Sekolah Jurnalisme Indonesia

Minggu, 08 Agustus 2010




Sekolah Jurnalisme Indoensia

Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) merupakan program kegiatan dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang bertujuan untuk meningkatkan mutu wartawan Indonesia. Upaya peningkatan mutu dan kualitas tersebut didukung dengan didirikannya SJI.

SJI pertama kali di buka di Palembang, yang diresmikan oleh Presiden SBY pada peringatan hari Pers tanggal 9 Februari 2010 lalu di Palembang.

Memiliki kesempatan, memakai kemeja berwarna biru, yang bertuliskan nama SJI di bagian kanan. Memasang nama tag yang bertuliskan namaku sebagai salah satu siswa SJI.

Sebuah penghargaan yang menarik, bisa bertemu orang-orang besar dan sukses. Dosen-dosen yang mengajar, yang memang ahli di bidangnya. Suatu kesempatan yang langka, bagi kami seorang wartawan kampus. Lembaga Pers Mahasiswa Gelora Sriwijaya, organisasi kampus dimana tempatku bernaung dan berkreasi. Membawa nama almamater Unsri, sebagai salah satu kebanggan.


Senin, 12 Juli 2010

Pagi sekali, berangkat menuju Hotel Paradis Palembang.

Tepat pukul 08.00 WIB rencananya acara pembukaan dimulai.

Filosofi Jurnalisme
Arinah Fransori

LPM Gelora Sriwijaya

Ini berita pertama yang aku buat di SJI

aduh... aduh...

parah sekali.

Nggak bagus "data kurang, berita kronologis, tidak bernilai, deh"

Sekolah Jurnalisme Indonesia Angkatan III, Resmi di Buka

Palembang, Gelora Sriwijaya-Senin (10/07), pukul 09.00 dilaksanakan acara pembukaan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) angkatan III. Acara pembukaan dilaksanakan di aula hotel Paradis, Palembang. Acara pembukaan ini bertujuan untuk membuka kegiatan pelatihan dan pendidikan bagi wartawan. Acara ini sebagian besar pula diikuti oleh wartawan-wartawan muda, generasi baru yang bersemangat untuk memupuk ilmu pengetahuan dan informasi.

Para pelatihan ini diikuti wartawan media cetak, radio, televisi, yang ada di kota Palembang dan sekitarnya. Misalnya wartawan dari media cetak beberapa diantaranya yaitu, Sumeks, Berita Pagi, dan Sumsel Post, sedangkan perwakilan dari media elektronik diantaranya Palembang TV dan Trijaya FM, serta media-media lainnya yang ada di wilayah Palembang dan sekitarnya.

Acara dimulai dengan pembukaan, diikuti dengan kata sambutan dari Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel, Oktaf Riadi, SH. Kemudian penyampaian kata sambutan dari direktur SJI Zulkarimein Nasution, yang juga merupakan pengajar Program Sarjana Reguler Dep. Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia. Pembukaan secara resmi dibuka oleh sekretaris jendral Pengurus PWI Pusat, Hendry CH Bangun. Berikutnya pula secara resmi dilakukan penyematan tanda pengenal pada peserta yang diwakili oleh Hesty Ana Astutiana perwakilan dari Sriwijaya TV dan David Karnain yang merupakan perwakilan dari Harian Radar Palembang.

Pelaksanaan pelatihan ini merupakan wujud dari sikap PWI untuk meningkatkan mutu wartawan Indonesia. Penyelengaraan ini bertujuan untuk menbina dan mendidik wartawan agar bekerja secara baik dan bertanggung jawab pada pekerjaannya yang dijalaninya. Memperluas pengetahuan dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi insan pers yang bekerja pada media. Kegiatan in merupakan wujud agar adanya kerjasama yang baik antar masing-masing wartawan, atau lebih memahami kembali hubungan masyarakat/ puplik atau pemerintah pada wartawan.(Arin)

Setelah di diskusikan dan di revisi

hheheheh... alhamduliah berubah

Nama: Arinah Fransori

LPM Gelora Sriwijaya

Standar Kompentensi Wartawan Dipertanyakan, SJI Menjadi Jawaban

Melalui pendidikan SJI (Sekolah Jurnalisme Indonesia) maka Sumsel akan memiliki wartawan yang handal dan berkwalitas. Dengan SJI diharapkan seorang jurnalis memiliki kemampuan meliput dan menulis berita sesuai dengan standar baku dan kode etik jurnalistik. Hal tersebut diungkapkan oleh Hendry CH Bangun, selaku Sekjend Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dalam sambutannya pada acara pembukaan SJI angkatan III di Hotel Paradis pada Senin (12/7).

Acara tersebut dihadiri oleh para tamu undangan dan peserta SJI angkatan III. Peserta SJI merupakan wartawan media cetak dan elektronik yang ada di Sumsel. Selanjutnya Direktur SJI, Zulkarimein Nasution dalam kata sambutannya mengatakan salah satu yang melatarbelakangi lahirnya SJI adalah sikap kritis masyarakat akan pemberitaan yang disajikan media massa. Bagaimana profesi seorang jurnalis dipertanyakan, baik dari segi etika maupun konteks berita yang disajikan. Mengenai ketepatan informasi yang disajikan kurang tepat bahkan tidak sesuai dengan fakta.

Ketua Yayasan SJI, Marah Sakti Siregar mengatakan dari 14 ribu anggota PWI yang ada di Indonesia sekitar 30 persen jurnalis yang memiliki kompentensi jurnalis yang sesuai standar. Oleh karena itu keberadaan SJI akan menjadi jawaban dengan membina dan membimbing wartawan sehingga menambah jumlah wartawan yang berkwalitas.

“Jurnalis adalah salah satu pejuang kemanusian yang bukan hanya sekedar profesi untuk mencari nafkah. Namun jurnalis yang sekarang sudah menjadi industri terkadang melalaikan perannya sebagai pejuang kemanusian” ujar Zulkarimein.

Selain itu, Zulkarimein mengemukakan hal utama dalam jurnalis adalah perannya sebagai salah satu bagian dari pilar demokrasi. Sebagai media informasi yang pada dasarnya mempengaruhi opini puplik, oleh karena itulah pentingnya peran dari jurnalis yang berkwalitas.

Oleh sebab itu itu Zulkarimein berharap dengan pendidikan SJI seorang wartawan memiliki standar kompetensi yang diharapkan, memiliki profesionalisme, beretika dan berwawasan. Kemudian peran jurnalis sebagai pejuang demokrasi dan kemanusian dapat terlaksana sebagai mana mestinya.

Demikian pula menurut Marah Sakti Siregar, SJI di Sumsel merupakan SJI yang pertama akan diresmikan, selain 5 provinsi lain yang juga membangun SJI. Direncanakan peresmian dilakukan usai Idul Fitri 1431 H mendatang. Hal ini merupakan respon positif terhadap pendidikan jurnalis yang saat ini memang dibutuhkan.

Sama halnya menurut Ketua PWI Sumsel, Oktap Riadi yang mengungkapkan rasa bangganya akan keberadaan SJI di Sumsel. Menurutnya seorang wartawan yang berkompeten dalam bidangnya tidak sekedar hanya menjadi wartawan secara otodidak namun harus dibekali dengan pelatihan dan pendidikan khusus jurnalis. Pendidikan yang telah diikuti oleh wartawan tersebut diharapkan mampu menjadikan wartawan sebagai wartawan yang berkwalitas, yaitu profesionalisme, beretika dan bertanggung jawab. (arin).

Rona

Minggu, 14 Februari 2010

aku merah delima_ berembun berlangit resah_jingga hujan mencerca. akan sisa rona yg memerah. tak asa_ menyelimuti menyinsing menghenyak biru. aku rona. rona merah delima. pewarna penyejuk bkn seperti tautan yg menyesak. aku hnya penghias ornamen ukiran warna kelabu. bukan rona baru. bukan pngiring langkahmu. aku hanya pemanismu

Kain Perca

Senin, 08 Februari 2010

Saat aku menyusuri malam
menyepi dan menyisiri jeruji barisan rambut hitamku

menetik dan merangkul kajian lelah yang tersisa
kala malam membagi warna
hitam
pelupuk
tak berurai
sendu semakin menjalar
meratapi relung-relung suka
menerka rajut-rajut angin

aku mungkin tak tahu itu
tapi ku bisa membacanya

menerawangi malam dengan alam
menetapi kaki langit dengan senyuman

adakah kau dengar?
sendu rindu semilir berputar
merajut kain-kain hitam bertabur

aku ini tak berwarna
polos dan buram

seperti kain perca yang memisah
kain sisa tak berharga

akankah kau dengar?
lau-laut malam berdenyut
mengikis kerang putih
menutupi awan kelabu dengan malam

benarkah kau dengar?

Amanat dalam Cerpen ”Ibu Pergi Sebulan”

Sabtu, 30 Januari 2010

1. Kita diajarkan untuk jangan berbohong.
Parno yang menuruti perintah ibunya untuk berbohong kepada seorag tukang kredit yang menagih tunggakan. Tarno berbohong, padahal Ibunya ada dirumah.

2. Untuk menghindari sifat boros dan mudah dipengaruhi
Bu Saiman mengambil barang-barang kepada tukang kredit, padahal barang-barang tesebut tidak begitu diperlukan.
Bu Saiman mudah terpengaruh pada tetangga yang mengambil barang-barang pada tukang kredit, sehingga ia ikut-ikutan mengambil barang-barang yang sebanarnya tidak begitu ia perlukan.

3. Agar kita disiplin dan berpikir dahulu dengan baik sebelum memutuskan sesuatu.
Bu Saiman yang tidak disiplin membayar tagihan tukang kredit tersebut sesuai waktu yang ditentukan sehingga hutangnya semakin banyak dan susah untuk dilunasi serta sikap Bu Saiman yang mengambil barang-barang pada tukang kredit tanpa berpikir terlebih dahulu.

4. Memperingatkan kepada kita agar tidak berprasangka buruk pada orang Lain
Bu Saiman berprasangka bahwa tamu yang datang tersebut adalah tukang kredit yang mau menjebak. Ia mengira bahwa tukang kredit tersebut menyamar menjadi salesman untuk mengelabui suaminya.
Bu Saiman berpikir negatif bahwa laki-laki yang datang tersebut adalah tukang kredit yang menyamar menjadi salesman.

5. Agar kita selalu ikhlas untuk memberi pertolongan
Tarno yang selalu mau menerima pemberian ibunya berupa permen kojek yang merupakan imbalan dari ibunya dan juga pemberian tukang kredit.


6. Diajarkan untuk tidak menutupi kesalahan orang lain
Pak Saiman membantu istrinya untuk menutupi kesalahan istrinya yang belum membayar hutang pada tukang kredit, sehingga mereka mengalami nasip yang kurang baik. Hal ini karena yang datang kerumah Pak Saiman sore itu bukan tukang kredit melainkan salesman yang ingin mengabarkan bahwa mereka menerima hadiah kuis berupa 1 buah televisi. Pak Saiman malah membantu istrinya dan menyuruh Tarno anaknya yang tidak tahu menahu untuk menghadapi tukang kredit tersebut.

Transformasi Ahklak dalam Cerpen “Ibu Pergi Sebulan”

Setelah dicermati, cerpen ini mentransformasikan beberapa ayat Alquran sebagai hipogramnya. Hal itu dapat diketahui dalam uraian berikut
“Besoknya.
‘Ibunya ada, kan, Dik? Tarno Menggeleng.
“Kata Ibu, Ibu gak ada, Pak!” Tarno mengerutkan keningnya. Apa ada yang salah dengan kalimatnya, ya? Tapi, Pak tukang kredit seyum-seyum saja. Mungkin cuma perasaannya. Tarno terseyum lagi.Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Tarno berbohong, padahal Ibunya ada dirumah. Sikap tersebut bertentangan dengan yang diajarkan dalam agama hal ini sesuai dengan ayat Alquran surat Al-Maidah ayat 8 berikut ini:



Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Pentransformasian ayat itu sebagai hiprogramnya atau latar penciptaan cerpen ini, disamping berfungsi sebagai anjuran kepada masyarakat untuk tidak berkata bohong dan menegakkan kebenaran atau menyampaikan sesuatu sesuai keadaanya sekaligus ingin menyatakan beberapa kebohongan kecil yang tetap saja merugikan.

Selanjutnya sikap ibu Saiman ia melakukan kesalahan yaitu salahnya sendiri termakam tetangga yang yang tampak enteng saja membeli barang demi barang tiap hari, hingga ia latah membeli. Padahal banyak barang yang dibeli, tidak benar-benar dia perlukan”
Bu Saiman mudah terpengaruh pada tetangga yang mengambil barang-barang pada tukang kredit, sehingga ia ikut-ikutan mengambil barang-barang yang sebanarnya tidak begitu ia perlukan. Sehingga ia bersifat boros dan menghambur-hamburkan uang tanpa memperhatikan kebutuhan lain yang lebih penting. Hal ini bertentangan dengan yang diajarkan dalam agama hal ini sesuai dengan ayat Alquran surat Al-Isra ayat 24 berikut ini:




Artinya:
“Dan berikanlah kepadamu keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”

Pentransformasian ayat itu sebagai hiprogramnya atau latar penciptaan cerpen ini, disamping berfungsi sebagai anjuran kepada orang lain untuk tidak bertindak boros karena nantinya sifat tersebut akan merugikan diri sendiri.

Saiman berprasangka bahwa tamu yang datang tersebut adalah tukang kredit yang mau menjebak. Ia mengira bahwa tukang kredit tersebut menyamar menjadi salesman untuk mengelabui suaminya.
Bu Saiman, perempuan berumur empat puluh tahun itu, jadi mangkel setengah mati. Tukang kredit itu kan mestinya dihindari bukan disuruh masuk! Tumben lagi datang sore-sore. Biasanya kan pagi? Pasti mau menjebak! Batin perempuan berprasangka”. Bu Saiman berpikir negatif bahwa laki-laki yang datang tersebut adalah tukang kredit yang menyamar menjadi salesman. Bu Saiman berprasangka buruk hal ini bertentangan dengan agama hal ini berdasarkan ayat Alquran Al-Zalzalah 8:



Artinya:
“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”

Pentransformasian ayat itu sebagai hiprogramnya atau latar penciptaan cerpen ini, disamping berfungsi sebagai anjuran kepada masyarakat untuk tidak menilai sesuatu berdasarkan penampilan luarnya saja atau dari satu segi yang memiliki pengaruh besar tanpa memperhatikan dari berbagai pandangan maupun hal-hal lain yang berkaitan ternyata hal tersebut merugikan diri kita sendiri.

Sudut Pandang

Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya adalah sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Dalam hal ini harus dibedakan dengan pandanga pengarang sebagai pribadi, sebab sebuah cerpen atau novel sebenarnya adalah pandanag pengarang terhadap kehidupan. Suara pribadi pengarang jelas akan masuk ke dalam karyanya. Dan ini lazim disebut gaya pengarang. Adapun sudut pandang menyangkut teknis bercerita saja, yaitu soal bagaimana pandangan pribadi pengarang akan dapat diungkapkan sebaik-baiknya. Sudut pandang menyaran pada sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981:142). Adapun Pooley menyatakan bahwa:
Point of view is the opinion of an author toward his characters, events and setting as expressed in the literary itself (1964:723).
Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya meruipakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Sudut pandang bagaimanapun merupan sesuatu yang menyaran pada maslah teknis, saran untuk menyampaikanmaksud yang lebih besar daripada sudut pandang itu sendiri. Sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, untuk ddapat sampai dan berhubungan dengan pembaca (Booth, dalam Stevict, 1967:89). Dengan teknik yang dipilihnya itu diharapkan pembaca dapat menerima dan menghayati gagasan-gagasannya, dan karenanya teknik itu boleh dikatakan efektif.
Sudut pandang cerita itu sendiri dapat secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam: persona pertama, first-person, gaya “aku”, dan persona ketiga, third-person, gaya “dia”. Jadi dari sudut pandang “aku” atau “dia” dengan berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan. Kedua sudut pandang tersebut nasing-masing menyaran dan menuntut konsekuensinya sendiri. Oleh karena itu, wilayah kebebasan dan keterbatasan perlu diperharikan secara objektif sesuai dengan kemungkinan yang dapat dijangkau sudut pandang yang dipergunakan. http://74.125.153.132/search?q=cache:8T2HDDmQH_gJ:kholiq.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/317/TG2.doc+jenis-jenis+sudut+pandang+dalam+novel&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id

Sudut Pandangan Tokoh
Diantara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek adalah sudah pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi sudut pangan ini sangat erat dengan teknik bercerita.

Sudut pandangan ini ada beberapa jenis, tetapi yang umum adalah:

1. Sudut pandangan orang pertama.
Lazim disebut point of view orang pertama. Pengarang menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”. Di sini yang harus diperhatikan adalah pengarang harus netral dengan “aku” dan “saya”nya.


2. Sudut pandang orang ketiga,
biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; “Aisha”, “Fahri”, dan “Nurul” misalnya.
3. Sudut pandang campuran,
di mana pengarang membaurkan antara pendapat pengarang dan tokoh-tokohnya. Seluruh kejadian dan aktivitas tokoh diberi komentar dan tafsiran, sehingga pembaca mendapat gambaran mengenai tokoh dan kejadian yang diceritakan. Dalam “Sekelumit Nyanyian Sunda” Nasjah Djamin sangat baik menggunakan teknik ini.
4. Sudut pandangan yang berkuasa.
Merupakan teknik yang menggunakan kekuasaan si pengarang untuk menceritakan sesuatu sebagai pencipta. Sudut pandangan yang berkuasa ini membuat cerita sangat informatif. Sudut pandanga ini lebih cocok untuk cerita-cerita bertendens. Para pujangga Balai Pustaka banyak yang menggunakan teknik ini. Jika tidak hati-hati dan piawai sudut pandangan berkuasa akan menjadikan cerpen terasa menggurui. http://ekohm.multiply.com/journal/item/1000/cerpen


Sudut Pandang yang terdapat dalam Cerpen Koran
1. Sudut Pandang Orang Pertama
Pengarang menggunakan sudup pandang ”aku”.
Aku mencintai koran. Bagiku koran menjadi pusat informasi. Semua berita, semua daerah, nyaris tidak ada yang luput dari berita koran. Kalau aku ingin tahu apa yang terjadi dimana, cukup memanggil loper koran, menyerahkan selembar uang ribuan, lalu asyik berjama-jam berkeliling ke berbagai daerah yang diberitakan. Ya seperti itu.
Dari keseluuhan cerita menggunakan sudut pandang aku.

Cerpen : Koran

Tema : Menyukai sesuatu terlalu berlebihan biasanya dapat membuat kita kecewa dan dapat pula untuk membencinya
Sinopsis Cerita
Udin adalah seorang pemuda yang berprofesi sebagai guru madrasah. Ia tinggal dan kos di Jakarta, bersama Mas Parjo teman sekamarnya, yang merupakan seorang tukang bakso. Udin memiliki hobi yang unik, walaupun ia hanya rakyat kecil, dan seorang pemuda biasa yang miskin. Ia sangat mencintai koran. Ia selalu membaca koran setiap hari, baik koran yang terbit pagi maupun sore. Terkadang Udin mendapat ejekan dari teman-temannya, “kenapa wong cilik kayak kamu , sok baca koran din’ ejek teman-temannya. Bang Sani yang merupakan tukang parkir di pasar, juga sering mengejeknya, termasuk Bang Japra preman di daerah bongkaran Tanah Abang. Bahkan, sampai sang loper koran tak pernah sekali pun melupakan Udin, langganan tetapnya. Udin tetap tidak perduli, ia makin menyukai membaca koran karena dengan membaca koran Udin merasa terhibur dan menjadi orang yang cerdas. Mas Parjo dan teman-temannya juga tetap menasihati untuk tidak terlalu mencintai koran seperti itu. Mas Parjo dan teman-temannya juga suka membaca koran, tetapi tidak seperti Udin. Mereka berkata membaca koran terkadang isinya juga yang itu-itu saja, dimulai naiknya tarif listrik, telepon, air bahkan mengenai BBM.
Tetapi, suatu ketika betapa terkejutnya Udin, saat ia membaca halaman koran. Ia menemukan berita, bahwa ada seorang gurud SD di Bogor di keroyok massa karena mencabuli anak didiknya. Udin sangat terkejut, karena ternyata guru tersebut adalah teman sekelasnya saat ia masih dalam pendidikan SPG dulu. Semenjak itu, Udin menjaga jarak dengan koran sudah lama ia tidak membaca halaman koran lagi. Ia merasa sedikit kecewa karena ia mendengar kabar yang buruk itu dari koran. Kemudian suatu ketika Mas Parjo memberikan koran pada Udin, dan dengan berat hati Udin membacanya. Kemudian ia menemukan berita yang sangat mengejutkan terjadi keributan antar preman dan hal itu menyebabkan seorang preman tewas di bacok. Setelah diketahui preman itu adalahg Bang Japra.
Setelah lama dari peristiwa itu Udin memberanikan diri membaca koran dan betapa terkejutnya ia setelah membaca berita ada seorang buronan yang terkait jaringan pembomman di Masakssar. Setelah di usut ternyata buronan tersebut adalah Bang Sani, tukang parkir di pasar. Udin semakin kecewa dan memusuhi koran, sudah 3 bulan ia tidak membaca koran lagi. Dan terakhir Udin membaca koran, karena ia mencemaskan Mas Parjo yang semalam tidak pulang. Ia panik dan takut terjadi apa-apa dengan Mas Parjo. Udin membaca koran pagi, dan akhirnya ia menemukan berita yang sangat tidak ia duga sebelumnya. Di halaman sembilan ia membaca dan menemukan nama Emak dan adik-adiknya didalam koran tersebut, mereka terdaftar sebagai korban tanah longsor, dua hari yang lalu.