Amanat dalam Cerpen ”Ibu Pergi Sebulan”

Sabtu, 30 Januari 2010

1. Kita diajarkan untuk jangan berbohong.
Parno yang menuruti perintah ibunya untuk berbohong kepada seorag tukang kredit yang menagih tunggakan. Tarno berbohong, padahal Ibunya ada dirumah.

2. Untuk menghindari sifat boros dan mudah dipengaruhi
Bu Saiman mengambil barang-barang kepada tukang kredit, padahal barang-barang tesebut tidak begitu diperlukan.
Bu Saiman mudah terpengaruh pada tetangga yang mengambil barang-barang pada tukang kredit, sehingga ia ikut-ikutan mengambil barang-barang yang sebanarnya tidak begitu ia perlukan.

3. Agar kita disiplin dan berpikir dahulu dengan baik sebelum memutuskan sesuatu.
Bu Saiman yang tidak disiplin membayar tagihan tukang kredit tersebut sesuai waktu yang ditentukan sehingga hutangnya semakin banyak dan susah untuk dilunasi serta sikap Bu Saiman yang mengambil barang-barang pada tukang kredit tanpa berpikir terlebih dahulu.

4. Memperingatkan kepada kita agar tidak berprasangka buruk pada orang Lain
Bu Saiman berprasangka bahwa tamu yang datang tersebut adalah tukang kredit yang mau menjebak. Ia mengira bahwa tukang kredit tersebut menyamar menjadi salesman untuk mengelabui suaminya.
Bu Saiman berpikir negatif bahwa laki-laki yang datang tersebut adalah tukang kredit yang menyamar menjadi salesman.

5. Agar kita selalu ikhlas untuk memberi pertolongan
Tarno yang selalu mau menerima pemberian ibunya berupa permen kojek yang merupakan imbalan dari ibunya dan juga pemberian tukang kredit.


6. Diajarkan untuk tidak menutupi kesalahan orang lain
Pak Saiman membantu istrinya untuk menutupi kesalahan istrinya yang belum membayar hutang pada tukang kredit, sehingga mereka mengalami nasip yang kurang baik. Hal ini karena yang datang kerumah Pak Saiman sore itu bukan tukang kredit melainkan salesman yang ingin mengabarkan bahwa mereka menerima hadiah kuis berupa 1 buah televisi. Pak Saiman malah membantu istrinya dan menyuruh Tarno anaknya yang tidak tahu menahu untuk menghadapi tukang kredit tersebut.

Transformasi Ahklak dalam Cerpen “Ibu Pergi Sebulan”

Setelah dicermati, cerpen ini mentransformasikan beberapa ayat Alquran sebagai hipogramnya. Hal itu dapat diketahui dalam uraian berikut
“Besoknya.
‘Ibunya ada, kan, Dik? Tarno Menggeleng.
“Kata Ibu, Ibu gak ada, Pak!” Tarno mengerutkan keningnya. Apa ada yang salah dengan kalimatnya, ya? Tapi, Pak tukang kredit seyum-seyum saja. Mungkin cuma perasaannya. Tarno terseyum lagi.Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Tarno berbohong, padahal Ibunya ada dirumah. Sikap tersebut bertentangan dengan yang diajarkan dalam agama hal ini sesuai dengan ayat Alquran surat Al-Maidah ayat 8 berikut ini:



Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Pentransformasian ayat itu sebagai hiprogramnya atau latar penciptaan cerpen ini, disamping berfungsi sebagai anjuran kepada masyarakat untuk tidak berkata bohong dan menegakkan kebenaran atau menyampaikan sesuatu sesuai keadaanya sekaligus ingin menyatakan beberapa kebohongan kecil yang tetap saja merugikan.

Selanjutnya sikap ibu Saiman ia melakukan kesalahan yaitu salahnya sendiri termakam tetangga yang yang tampak enteng saja membeli barang demi barang tiap hari, hingga ia latah membeli. Padahal banyak barang yang dibeli, tidak benar-benar dia perlukan”
Bu Saiman mudah terpengaruh pada tetangga yang mengambil barang-barang pada tukang kredit, sehingga ia ikut-ikutan mengambil barang-barang yang sebanarnya tidak begitu ia perlukan. Sehingga ia bersifat boros dan menghambur-hamburkan uang tanpa memperhatikan kebutuhan lain yang lebih penting. Hal ini bertentangan dengan yang diajarkan dalam agama hal ini sesuai dengan ayat Alquran surat Al-Isra ayat 24 berikut ini:




Artinya:
“Dan berikanlah kepadamu keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”

Pentransformasian ayat itu sebagai hiprogramnya atau latar penciptaan cerpen ini, disamping berfungsi sebagai anjuran kepada orang lain untuk tidak bertindak boros karena nantinya sifat tersebut akan merugikan diri sendiri.

Saiman berprasangka bahwa tamu yang datang tersebut adalah tukang kredit yang mau menjebak. Ia mengira bahwa tukang kredit tersebut menyamar menjadi salesman untuk mengelabui suaminya.
Bu Saiman, perempuan berumur empat puluh tahun itu, jadi mangkel setengah mati. Tukang kredit itu kan mestinya dihindari bukan disuruh masuk! Tumben lagi datang sore-sore. Biasanya kan pagi? Pasti mau menjebak! Batin perempuan berprasangka”. Bu Saiman berpikir negatif bahwa laki-laki yang datang tersebut adalah tukang kredit yang menyamar menjadi salesman. Bu Saiman berprasangka buruk hal ini bertentangan dengan agama hal ini berdasarkan ayat Alquran Al-Zalzalah 8:



Artinya:
“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”

Pentransformasian ayat itu sebagai hiprogramnya atau latar penciptaan cerpen ini, disamping berfungsi sebagai anjuran kepada masyarakat untuk tidak menilai sesuatu berdasarkan penampilan luarnya saja atau dari satu segi yang memiliki pengaruh besar tanpa memperhatikan dari berbagai pandangan maupun hal-hal lain yang berkaitan ternyata hal tersebut merugikan diri kita sendiri.

Sudut Pandang

Sudut Pandang
Sudut pandang atau point of view pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya adalah sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Dalam hal ini harus dibedakan dengan pandanga pengarang sebagai pribadi, sebab sebuah cerpen atau novel sebenarnya adalah pandanag pengarang terhadap kehidupan. Suara pribadi pengarang jelas akan masuk ke dalam karyanya. Dan ini lazim disebut gaya pengarang. Adapun sudut pandang menyangkut teknis bercerita saja, yaitu soal bagaimana pandangan pribadi pengarang akan dapat diungkapkan sebaik-baiknya. Sudut pandang menyaran pada sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams, 1981:142). Adapun Pooley menyatakan bahwa:
Point of view is the opinion of an author toward his characters, events and setting as expressed in the literary itself (1964:723).
Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya meruipakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Sudut pandang bagaimanapun merupan sesuatu yang menyaran pada maslah teknis, saran untuk menyampaikanmaksud yang lebih besar daripada sudut pandang itu sendiri. Sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya, untuk ddapat sampai dan berhubungan dengan pembaca (Booth, dalam Stevict, 1967:89). Dengan teknik yang dipilihnya itu diharapkan pembaca dapat menerima dan menghayati gagasan-gagasannya, dan karenanya teknik itu boleh dikatakan efektif.
Sudut pandang cerita itu sendiri dapat secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua macam: persona pertama, first-person, gaya “aku”, dan persona ketiga, third-person, gaya “dia”. Jadi dari sudut pandang “aku” atau “dia” dengan berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan. Kedua sudut pandang tersebut nasing-masing menyaran dan menuntut konsekuensinya sendiri. Oleh karena itu, wilayah kebebasan dan keterbatasan perlu diperharikan secara objektif sesuai dengan kemungkinan yang dapat dijangkau sudut pandang yang dipergunakan. http://74.125.153.132/search?q=cache:8T2HDDmQH_gJ:kholiq.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/317/TG2.doc+jenis-jenis+sudut+pandang+dalam+novel&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id

Sudut Pandangan Tokoh
Diantara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek adalah sudah pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi sudut pangan ini sangat erat dengan teknik bercerita.

Sudut pandangan ini ada beberapa jenis, tetapi yang umum adalah:

1. Sudut pandangan orang pertama.
Lazim disebut point of view orang pertama. Pengarang menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”. Di sini yang harus diperhatikan adalah pengarang harus netral dengan “aku” dan “saya”nya.


2. Sudut pandang orang ketiga,
biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; “Aisha”, “Fahri”, dan “Nurul” misalnya.
3. Sudut pandang campuran,
di mana pengarang membaurkan antara pendapat pengarang dan tokoh-tokohnya. Seluruh kejadian dan aktivitas tokoh diberi komentar dan tafsiran, sehingga pembaca mendapat gambaran mengenai tokoh dan kejadian yang diceritakan. Dalam “Sekelumit Nyanyian Sunda” Nasjah Djamin sangat baik menggunakan teknik ini.
4. Sudut pandangan yang berkuasa.
Merupakan teknik yang menggunakan kekuasaan si pengarang untuk menceritakan sesuatu sebagai pencipta. Sudut pandangan yang berkuasa ini membuat cerita sangat informatif. Sudut pandanga ini lebih cocok untuk cerita-cerita bertendens. Para pujangga Balai Pustaka banyak yang menggunakan teknik ini. Jika tidak hati-hati dan piawai sudut pandangan berkuasa akan menjadikan cerpen terasa menggurui. http://ekohm.multiply.com/journal/item/1000/cerpen


Sudut Pandang yang terdapat dalam Cerpen Koran
1. Sudut Pandang Orang Pertama
Pengarang menggunakan sudup pandang ”aku”.
Aku mencintai koran. Bagiku koran menjadi pusat informasi. Semua berita, semua daerah, nyaris tidak ada yang luput dari berita koran. Kalau aku ingin tahu apa yang terjadi dimana, cukup memanggil loper koran, menyerahkan selembar uang ribuan, lalu asyik berjama-jam berkeliling ke berbagai daerah yang diberitakan. Ya seperti itu.
Dari keseluuhan cerita menggunakan sudut pandang aku.

Cerpen : Koran

Tema : Menyukai sesuatu terlalu berlebihan biasanya dapat membuat kita kecewa dan dapat pula untuk membencinya
Sinopsis Cerita
Udin adalah seorang pemuda yang berprofesi sebagai guru madrasah. Ia tinggal dan kos di Jakarta, bersama Mas Parjo teman sekamarnya, yang merupakan seorang tukang bakso. Udin memiliki hobi yang unik, walaupun ia hanya rakyat kecil, dan seorang pemuda biasa yang miskin. Ia sangat mencintai koran. Ia selalu membaca koran setiap hari, baik koran yang terbit pagi maupun sore. Terkadang Udin mendapat ejekan dari teman-temannya, “kenapa wong cilik kayak kamu , sok baca koran din’ ejek teman-temannya. Bang Sani yang merupakan tukang parkir di pasar, juga sering mengejeknya, termasuk Bang Japra preman di daerah bongkaran Tanah Abang. Bahkan, sampai sang loper koran tak pernah sekali pun melupakan Udin, langganan tetapnya. Udin tetap tidak perduli, ia makin menyukai membaca koran karena dengan membaca koran Udin merasa terhibur dan menjadi orang yang cerdas. Mas Parjo dan teman-temannya juga tetap menasihati untuk tidak terlalu mencintai koran seperti itu. Mas Parjo dan teman-temannya juga suka membaca koran, tetapi tidak seperti Udin. Mereka berkata membaca koran terkadang isinya juga yang itu-itu saja, dimulai naiknya tarif listrik, telepon, air bahkan mengenai BBM.
Tetapi, suatu ketika betapa terkejutnya Udin, saat ia membaca halaman koran. Ia menemukan berita, bahwa ada seorang gurud SD di Bogor di keroyok massa karena mencabuli anak didiknya. Udin sangat terkejut, karena ternyata guru tersebut adalah teman sekelasnya saat ia masih dalam pendidikan SPG dulu. Semenjak itu, Udin menjaga jarak dengan koran sudah lama ia tidak membaca halaman koran lagi. Ia merasa sedikit kecewa karena ia mendengar kabar yang buruk itu dari koran. Kemudian suatu ketika Mas Parjo memberikan koran pada Udin, dan dengan berat hati Udin membacanya. Kemudian ia menemukan berita yang sangat mengejutkan terjadi keributan antar preman dan hal itu menyebabkan seorang preman tewas di bacok. Setelah diketahui preman itu adalahg Bang Japra.
Setelah lama dari peristiwa itu Udin memberanikan diri membaca koran dan betapa terkejutnya ia setelah membaca berita ada seorang buronan yang terkait jaringan pembomman di Masakssar. Setelah di usut ternyata buronan tersebut adalah Bang Sani, tukang parkir di pasar. Udin semakin kecewa dan memusuhi koran, sudah 3 bulan ia tidak membaca koran lagi. Dan terakhir Udin membaca koran, karena ia mencemaskan Mas Parjo yang semalam tidak pulang. Ia panik dan takut terjadi apa-apa dengan Mas Parjo. Udin membaca koran pagi, dan akhirnya ia menemukan berita yang sangat tidak ia duga sebelumnya. Di halaman sembilan ia membaca dan menemukan nama Emak dan adik-adiknya didalam koran tersebut, mereka terdaftar sebagai korban tanah longsor, dua hari yang lalu.

Semiotika

Cerpen “Guru”
1. Kronologis Cerita
Cerpen “Guru” terdiri atas sepuluh peristiwa yag berurutan secara kronologis sebagai berikut:
Pada bagian ke-1, digambarkan seorang laki-laki yang berhenti dipinggir jalan dan melangkah menuju ke sebuah kuburan. Ia melihat-lihat dan berhenti di sebuh makam. Kemudian ia menyapa seorang lelaki dan ia hendak meminjam cangkul dan parang untuk membersihkan sebuah makan. Lelaki yang satunya tidak percaya pada seseorang laki-laki yang asing baginya. Ia merasa tidak mengenal laki-laki itu dan ia hendak meminjam sebauh cangkul dan parang.
Pada bagian ke-2, digambarkan laki-laki itu akhirnya meminjamnya cangkul dan mparang, karena ia hendak membersihkan sebuah makam yang memang tidak pernah dibersihkan sebelumnya. Makam itu tampak penuh dengan rumput. Lelaki itu mengatakan pada prias asing itu, bahwa makan itu tidak pernah diurus dan tidak ada yang pernah datang kemari. Tetapi lelaki itu mengatakan bahwa itu adalah makam leluhurnya dan memang semua saudaranya tinggal di Jakarta jadi tidak ada yang bisa merawatnya. Tetapi pada kenyataannya ia masih memiliki kerabat di kota Medan. Memang mungkin sebenarnya tidak ada yang perduli dengan makan itu.
Pada bagian ke-3, digambarkan setelah membersihkan makan itu, lelaki asing tadi pergi meninggalkan makam dan ia menghidupkan mobilnya dan menyusuri jalan. Ia melewati jalan-jalan yang mengingatkan pada masa lalunya dulu. Ia melewati Sigumpar desa leluhurnya dan kemudian desa Laguboti.
Pada bagian ke- 4 digambarkan pada saat ia tiba di desa Tambunan ia dihentikan oleh dua orang tentara. Lalu tentara itu menanyakan tujuan laki-laki itu. Sebenarnya ia hendak ke Balige, dan tentara itu melarang untuk menuju Tarutung karena disana ada kerusuhan.
Pada bagian ke-5, digambarkan laki-lai itu tiba di Balige, ia menuju pasar dan membeli kacang tanah yang sudah dimatangkan. Kemudian ia membelokan mobilnya ke tepi danau. Ia berhenti di sebuah rumah petak dan halamannya luas, serta rumah itu hanya 50 meter dari pantai danau.
Pada bagian ke-6, digambarkan laki-laki itu teringat akan masa lalunya dulu, memperhatikan daerah sekitar sehingga mengingatkan kala ia memancing ikan, menari rumput danau. Kemudian ia meraskan banyak perubahan di daerah sekitar, karena yang dulunya rumpun-rumpun bambu yang mengitari daerah sekitar, kini telah berganti menjadi tembok-tembok yang besar.
Pada bagian ke-7, digambarkan bahwa laki-laki itu ingat pada waktu kecil ia sering mendaki dan menyusuri kaki bulit Gunung Tolong, ia ingat pula pada Sekolah Rakyat (SD) tempat ia bersekolah dulu. Masih ingat dalam ingatan, gurunya dulu yang mengajari mereka mengarang adalah Bu Naomi, serta kenangan-kenangan indah lainnya.
Pada bagian ke-8, digambarkan bahwa laki-laki itu pergi menuju rumah itu, dan ia bertemu dengan seorang Ibu yang sebaya dengannya muncul. Laki-laki itu memperkenalkan diri, namanya adalah Togar dan ia mengatakan bahwa ia dulu pernah tinggal dirumah ini. Kemudian ia menyatakan bahwa ini dulu rumah keluarga Napitupulu. Ibu tersebut mengatakan bahwa itu rumah orang tuanya. Togar mengatakan bahwa dari Jakarta dan ia kangen dengan kota ini, ia mengatakan bahwa disini banyak sekali perubahan.
Pada bagian ke-9, digambarkan Setelah lama berbincang, kemudian muncul seorang ibu yang berusia lanjut. Ibu yang tadi memperkenalkan bahwa wanita itu adalah ibunya. Wanita tua itu menyuruh anaknya mengambilkan minuman untuk tamu mereka. Kemudian wanita itu berbincang-bincang dengan Togar. Togar mengatakan bahwa dulu ia pernah tinggal disni sekitar 50 tahun yang lalu. Wanita tua itu menanyakan nama laki-laki yang bertamu dirumahnya dan laki-laki itu mengatakan namanya adalah Togar Parulian.
Pada bagian ke-10, digambarkan wanita itu bercerita bahwa sebelum ia pensiun. Ia telah membaca buku, yang ia rasa ia kenal pengarangnya, dari kosa katanya dan sudah berkali-kali ia membacakan cerita itu didepan kelas serta memberitahukan pada teman-temannya bahwa ia mengenal pengarang buku itu. Tetapi tidak ada yang percaya, namun ternyata perkataan ibu yang telah lanjut usia itu benar. Bahwa yang mengarang buku yang di terbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan sisebarkan di seluruh SMA di Indonesia itu di tulis oleh Togar Parulian muridnya.
Pada bagian ke-11, digambarkan wanita itu memeluk muridnya, ia amat bangga pada muridnya yang telah sukses dan berhasil. Togar sekarang menjadi seorang dosen dan menulis tulisan di berbagai media massa. Betapa senangnya hati wanita itu sebelum ia tutup usia ia bisa melihat muridnya yang sukses dan ia sangat berterima kasih.

2. Ajaran Akhlak dalam Cerpen
1. Bersikap ramah dan sopan. Sikap seorang lelaki yang tidak baik pada Togar saat ia hendak meminjam cangkul dan parang. Hal ini tergambar dari kutipan berikut
“Apa urusanmu dengan makam itu?” tanya lelaki diatas tangga sambil meletakan tikar anyamannya.
Dari kutipan tersebut sikap lelaki itu yang kurang sopan pada seseorang lelaki, karena ia tidak mengenal lelaki itu.

2. Bersikap Baik.
Sikap lelaki yang pada awalnya tidak mau meminjamkan parang dan cangkulnya pada seseorang lelaki asing yang ia tidak kenal. Hal ini tergambar dari kutipan berikut:
Lelaki itu masukd dan kemudian muncul dengan membawa cangkul dan parang. Ia turun dari tangga. Diserahkannya kedua alat itu kepadaku.
Dari kutipan tersebut terlihat sikap lelaki yang kurang baik, ia baru meminjamkan parang dan cangkul setelah laki-laki itu menceritakan tentang keluarganya.

3. Untuk tidak Melupakan Kampung Halaman dan Leluhur Kita.
Makam itu tidak diperhatikan oleh keluarganya yang masih hidup. Hal ini tergambar
dari kutipan berikut:
“Sudah lama makam itu terlantar. Mengapa keluargamu tidak ada yang peduli? tanyanya. “Kami turunannya sudah hampir semua merantau ke Pulau Jawa.” jawabku. “Lelaki itu mengganguk-angguk, “O, jadi kau dari Jakarta itu? Bukanlah kerabatmu ada yang di Medan? Kalian memang tidak ada yang peduli kepada leluhur kalian.
Dari kutipan tersebut terliaht sifat keluarga yang tidak perduli dengan makam leluhurnya dan lelaki itu tidak lupa dengan kampung halamannya dengan mengunjungi lagi kota tempat masa kecilnya.

4. Agar kita tidak lupa dengan seseorang yang pernah berjasa pada diri kita.
Togar yang kembali menuju kampung halamannya. Lalu ia ingat bahwa dulu yang menjadi guru mengarangnya adalah Bu Naomi. Hal ini tergambar
dari kutipan berikut:
Berjam-jam kami menatap pemandangan alam yang menakjubkan. Dan hal itu kutuangkan dalam kelas karang mengarang yang diasuh Ibu Naomi.

Ibu itu melepaskan pelukannya dan matanya berkaca-kaca. “Aku amat bangga, sebelum aku tutup usia, aku melihat seorang muridku berhasil.
Togar yang memang merindukan kampung halamannya dan mengunjungi rumah kampung halamannya yang dulu tidak sengaja bertemu dengan gurunya. Ternyata hal seperti itu dapat membuat gurunya merasa bangga dan bahagia.

3. Transformasi Ahklak dalam Cerpen

Setelah dicermati, cerpen ini mentransformasikan beberapa ayat Alquran sebagai hipogramnya. Hal itu dapat diketahui dalam uraian berikut
Dari kutipan :
Lelaki itu masuk dan kemudian muncul dengan membawa cangkul dan parang. Ia turun dari tangga. Diserahkannya kedua alat itu kepadaku.
Pada awalnya laki-laki itu tidak mau meminjamkan cangkul kepada orang itu, namun setelah bertanya dan oarng itu ia menceritakan tentang keluarganya baru ia meminjamkan cangkul tersebut.
Sikap tersebut harusnya sesuai dengan yang diajarkan dalam agama hal ini sesuai dengan ayat Alquran ayat Alquran Al-Zalzalah 8:



Artinya:
“Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”

Pentransformasian ayat itu sebagai hiprogramnya atau latar penciptaan cerpen ini, disamping berfungsi sebagai anjuran kepada masyarakat untuk tidak menilai sesuatu berdasarkan penampilan luarnya saja atau dari satu segi yang memiliki pengaruh besar tanpa memperhatikan dari berbagai pandangan maupun hal-hal lain, tetapi kita di ajarkan untuk berbuat baik kepada sesama.

Selanjutnya agar kita disarankan untuk tidak melupakan masa lalu atau orang yang telah berjasa pada diri kita dan tidak boleh terlalu membanggakan diri atas kesuksesan diri kita. Hal ini tercermin dari kutipan:
Berjam-jam kami menatap pemandangan alam yang menakjubkan. Dan hal itu kutuangkan dalam kelas karang mengarang yang diasuh Ibu Naomi.

Ibu itu melepaskan pelukannya dan matanya berkaca-kaca. “Aku amat bangga, sebelum aku tutup usia, aku melihat seorang muridku berhasil.
Hal ini ditransformasikan dari ayat Alquran Al-Kahfi (18) ayat 4 dan surat Al-Anfal (8) ayat 28 berikut ini:










Artinya:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia,tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebihbaik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”











Artinya:
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar.

Pentransformasian ayat itu sebagai hiprogramnya atau latar penciptaan cerpen ini, disamping berfungsi sebagai anjuran kepada masyarakat untuk agar kita sebagai manusia tidak boleh lupa diri dan harus kembali mengingat apa yang telah membantu kita, serta kita hasru memperhatikan orang-orang sekitar kita yang telah berjasa.

Cerpen “Guru”

1. Sinopsis Cerita
Seorang laki-laki bernama Togar Parulian melakukan perjalanan pulang kampung ke desanya Balige yang terletak di Kota Medan. Sekarang ia tinggal di Jakarta dan ia sudah menjadi seorang dosen di salah satu universitas. Ia sudah lama tidak pulang kampung dan selama dalam perjalanan ia kesana ia berhenti sejenak di makam leluhurnya dan ia bermaksud untuk membersikan makam leluhurnya yang tidak terawat itu. Ia hendak meminjam cangkul dan parang pada seseorang lelaki yang tinggal di daerah itu. Namun pada awanya orang itu merasa asing kepada Togar dan ia tidak mau meminjamkan kepadanya. Namun setelah bercerita mengenai keluarganya barulah laki-laki itu meminjamkannnya. Setelah membersihkan makam leluhurnya ia kembali melanjutkan perjalanan. Ia melewati desa-desa kecil lainnya sebelum sampai ke desa Balige. Selama dalam perjalanan ia teringat kembali dengan masa lalunya saar ia masih ditinggal didaerah itu. Kemudian akhirnya ia tiba di sebuah rumah yang dulu menjadi tempat tinggalnya. Disana ia bertemu dengan wanita yang sebaya dengannya, ia bertanya mengenai rumahnya, wanita itu mengatakan bahwa itu rumah ibunya. Lalu tak lama sesudah itu meuncul wanita yang berusia lanjut, ternyata wanita itu adalah pemilik rumah. Setelah cukup lama berbincang akhirnya Togar mengetahui adalah wanita tersebut adalah gurunya saat masih di Sekolah Rakyat ( SD). Wanita itu sangat terharu dan bangga bisa bertemu lagi dengan muridnya yang telah sukses dan menjadi seseorang yang lebih berguna serta melebihi dirinya.
2. Alur
Digunakan alur maju
Saat Togar melakukan perjalanan pulang kampung ke Medan
Digunakan alur mundur
Dari cerpen tersebut diceritakan kembali kisah masa kecil Togar di kampung halamannya.
3. Latar
1. Tempat
a. Di kota Medan kampung halaman tokoh
b. makam
c. dipinggir jalan raya
d. sepanjang perjalanan dari makam menuju desa Balige. Tokoh melewati desa-desa lain, seperti desa Sigumpar dan Laguboti
e. Rumah Bu Naomi
f. Pinggir pantai
g. Pasar
2. Waktu
a. Shubuh
b. Siang hari
4. Tokoh dan Penokohan
1. Tokoh
a. Togar Parulian
b. Ibu Naomi
c. Lelaki yang berada dimakam
d. Anak Ibu Naomi
2. Penokohan
1. Dari kutipan dibawah ini:
“Apa urusanmu dengan makam itu?” tanya lelaki diatas tangga sambil meletakan tikar anyamannya.
Menyatakan tindakan yang kurang sopan.
2. Dari kutipan dibawah ini:
Ibu itu melepaskan pelukannya dan matanya berkaca-kaca. “Aku amat bangga, sebelum aku tutup usia, aku melihat seorang muridku berhasil.
Bu Naomi terlihat memiliki sifat yang sangat lembut dan penuh kasih sayang.
3. Berdasarkan dialog yang dilakukan antara lelaki yang ada dimakam dengan Togar. Mengartikan bahwa bukan maksud Togar untuk tidak perduli dengan makam leluhurnya. Tetapi memang keluarganya yang ada di Medan tidak perduli dengan makam leluhur mereka.

CERPEN

Sinopsis Cerita
Udin adalah seorang pemuda yang berprofesi sebagai guru madrasah. Ia tinggal dan kos di Jakarta, bersama Mas Parjo teman sekamarnya, yang merupakan seorang tukang bakso. Udin memiliki hobi yang unik, walaupun ia hanya rakyat kecil, dan seorang pemuda biasa yang miskin. Ia sangat mencintai koran. Ia selalu membaca koran setiap hari, baik koran yang terbit pagi maupun sore. Terkadang Udin mendapat ejekan dari teman-temannya, “kenapa wong cilik kayak kamu , sok baca koran din’ ejek teman-temannya. Bang Sani yang merupakan tukang parkir di pasar, juga sering mengejeknya, termasuk Bang Japra preman di daerah bongkaran Tanah Abang. Bahkan, sampai sang loper koran tak pernah sekali pun melupakan Udin, langganan tetapnya. Udin tetap tidak perduli, ia makin menyukai membaca koran karena dengan membaca koran Udin merasa terhibur dan menjadi orang yang cerdas. Mas Parjo dan teman-temannya juga tetap menasihati untuk tidak terlalu mencintai koran seperti itu. Mas Parjo dan teman-temannya juga suka membaca koran, tetapi tidak seperti Udin. Mereka berkata membaca koran terkadang isinya juga yang itu-itu saja, dimulai naiknya tarif listrik, telepon, air bahkan mengenai BBM.
Tetapi, suatu ketika betapa terkejutnya Udin, saat ia membaca halaman koran. Ia menemukan berita, bahwa ada seorang guru SD di Bogor di keroyok massa karena mencabuli anak didiknya. Udin sangat terkejut, karena ternyata guru tersebut adalah teman sekelasnya saat ia masih dalam pendidikan SPG dulu. Semenjak itu, Udin menjaga jarak dengan koran sudah lama ia tidak membaca halaman koran lagi. Ia merasa sedikit kecewa karena ia mendengar kabar yang buruk itu dari koran. Kemudian suatu ketika Mas Parjo memberikan koran pada Udin, dan dengan berat hati Udin membacanya. Kemudian ia menemukan berita yang sangat mengejutkan terjadi keributan antar preman dan hal itu menyebabkan seorang preman tewas di bacok. Setelah diketahui preman itu adalahg Bang Japra.
Setelah lama dari peristiwa itu Udin memberanikan diri membaca koran dan betapa terkejutnya ia setelah membaca berita ada seorang buronan yang terkait jaringan pembomman di Masakssar. Setelah di usut ternyata buronan tersebut adalah Bang Sani, tukang parkir di pasar. Udin semakin kecewa dan memusuhi koran, sudah 3 bulan ia tidak membaca koran lagi. Dan terakhir Udin membaca koran, karena ia mencemaskan Mas Parjo yang semalam tidak pulang. Ia panik dan takut terjadi apa-apa dengan Mas Parjo. Udin membaca koran pagi, dan akhirnya ia menemukan berita yang sangat tidak ia duga sebelumnya. Di halaman sembilan ia membaca dan menemukan nama Emak dan adik-adiknya didalam koran tersebut, mereka terdaftar sebagai korban tanah longsor, dua hari yang lalu.


I. PENDAHULUAN

Secara etimologis kata sastra berasal dari bahasa sansekerta, dibentuk dari akar kata sas- yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran –tra yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk..
Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan atau karangan. Kata sastra ini kemudian diberi imbuhan su- (dari bahasa Jawa) yang berarti baik atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya. Selanjutnya, kata susastra diberi imbuhan gabungan ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang berarti nilai hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya. (http://one.indoskripsi.com/node/6438)
Sastra dan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling berhubungan satu sama lain. Satra ada karena manusia menciptakan. Ali (1986:34), “Tanpa kehadiran manusia, maka sastra tidak bakal ada.”
Sastra merupakan bentuk hasil dari penciptaan karya manusia, hasil pemikiran, ide, kreasi dan wujud dari eksistensi manusia pada kehidupannya. Menurut Iswanto dalam Jabrohim (2003:59), “Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya.” Pendapat tersebut mengandung implikasi bahwa karya sastra (terutama cerpen, novel, dan drama) dapat menjadi potret kehidupan melalui tokoh-tokoh ceritanya.
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. (http://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendek).
Cerpen bisa didefinisikan sebagai sebuah cerita yang formatnya sangat singkat, dan berisi penggalan cerita tertentu. Cerpen adalah karya fiksi. Maksudnya, cerita yang terkandung di dalamnya bukan kisah nyata. (http://www.penulislepas.com/v2/?p=132)
Sastra merupakan bentuk apreasiasi manusia, salah satu contoh adalah cerpen. Cerpen merupakan sebuah karya sastra yang berupa cerita fiksi dan merupakan sebuah sajian penulis dalam bentuk tulisan yang mengisahkan hal-hal tertentu.
II. KAJIAN PUSTAKA
Menggunakan pendekatan struktural untuk meliputi unsur-unsur instrinsik dalam karya sastra. Unsur-unsur instrinsik yang diteliti adalah: alur, latar, tokoh, tema dan amanat.
1. Tema
Semi (1988:42) mengatakan, “Tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut.”
2. Amanat
Aminuddin mengatakan (1987:151) mengatakan, “Amanta adalah pandangan moral yang berada dalam butir-butir pokok pikiran atau ide dasar yang ditampilkan.”
3. Alur
Wellek dan Waren (1990:285) mengatakan, “Alur itu sendiri adalah terbentuk atas sejumlah struktur naratif yang lebih kecil (episode, kajian).” Hal ini juga dikatakan Semi (1988:43) bahwa alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagiam dalam keseluruhan fiksi.
4. Tokoh dan Penokohan
Penokohan yaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak hidup dan nyata hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern, berhasil tidaknya sebuah cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan citra, watak dan karakter tokoh tersebut. Penokohan, yang didalamnya ada perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, bisa dikatakan ia sebagai mata air kekuatan sebuah cerita pendek. (http://lulukeche.multiply.com/journal/item/17/)
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.

1. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
2. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
3. Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi.
4. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.(http://sastradewa.blogspot.com/2008/03/pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra.html)
Tokoh yang baik suatu ketika dapat berubah menjadi jahat, demikian pula sebaliknya. Karakterisasi demikian disebut perwatakan bulat (the around character).
Sehubungan dengan pokok bahasan ini ada baiknya dibicarakan pula pengertian tokoh protagonis, antagonis, confidant, dan figuran.
Protagonis : Tokoh utama cerita yang berperan sebagai penggerak cerita. Tokoh inilah yang pertama-tama menghadapi masalah dan terlibat dalam kesuliatan. Biasanya pembaca berempati pada tokoh ini.
1. Antagonis : Tokoh utama yang berperan sebagai penghalang tokoh protagonis. Tokoh ini merupakan lawan protagonis, sehingga karakternya bisa jadi membuat pembaca jengkel.
2. Confidant : Tokoh confidant mempunyai peran sebagai tokoh pembantu yang menjadi kepercayaan protagonis dan atau antagonis. Lewat tokoh ini pembaca dapat mengenal watak dan niat-niat tokoh utama dengan lebih baik.
3. Figuran : Tokoh tambahan yang perannya tidak penting bagi keutuhan tema cerita. Figuran dihadirkan untuk menciptakan suasana agar cerita lebih hidup. (Tokoh ini lebih sering muncul dalam drama atau film daripada dalam cerpen, novel, maupun roman). (http://ekohm.multiply.com/journal/ item/1000/cerpen).
5. Latar
Semi mengatakan (1988:46) mengatakan “Latar atau landas tumpu (setting) adalah lingkunga temapat peristiwa terjadi, termasuk didalam latar ini adalah tempat atau ruang yang diamati, seperti dikampus, disebuah kapal yang berlayar ke Hongkong, di kafetaria, disebuah puskesmas, didalam gereja, di Paris, dan sebagainya.

6. Penyudut Pandangan
Sudut pandang atau point of view pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya adalah sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Dalam hal ini harus dibedakan dengan pandanga pengarang sebagai pribadi, sebab sebuah cerpen atau novel sebenarnya adalah pandanag pengarang terhadap kehidupan. Suara pribadi pengarang jelas akan masuk ke dalam karyanya. Dan ini lazim disebut gaya pengarang. Adapun sudut pandang menyangkut teknis bercerita saja, yaitu soal bagaimana pandangan pribadi pengarang akan dapat diungkapkan sebaik-baiknya. Sudut pandang menyaran pada sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.(http://74.125.153.132/search?q=cache:8T2HDDmQH_gJ:kholiq.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/317/TG2.doc+jenisjenis+sudut+pandang+dalam+novel&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id)
1. Sudut pandangan orang pertama.
Lazim disebut point of view orang pertama. Pengarang menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”. Di sini yang harus diperhatikan adalah pengarang harus netral dengan “aku” dan “saya”nya.
2. Sudut pandang orang ketiga,
biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; “Aisha”, “Fahri”, dan “Nurul” misalnya.
3. Sudut pandang campuran,
di mana pengarang membaurkan antara pendapat pengarang dan tokoh-tokohnya. Seluruh kejadian dan aktivitas tokoh diberi komentar dan tafsiran, sehingga pembaca mendapat gambaran mengenai tokoh dan kejadian yang diceritakan. Dalam “Sekelumit Nyanyian Sunda” Nasjah Djamin sangat baik menggunakan teknik ini.
4. Sudut pandangan yang berkuasa.
Merupakan teknik yang menggunakan kekuasaan si pengarang untuk menceritakan sesuatu sebagai pencipta. Sudut pandangan yang berkuasa ini membuat cerita sangat informatif. Sudut pandanga ini lebih cocok untuk cerita-cerita bertendens. Para pujangga Balai Pustaka banyak yang menggunakan teknik ini. Jika tidak hati-hati dan piawai sudut pandangan berkuasa akan menjadikan cerpen terasa menggurui.(http://ekohm.multiply.com/journal/ item/1000/cerpen)
7. Gaya Bahasa
Warnier dalam Sumadiria (2006:146) mengatakan “Gaya bahasa adalah cara mepergunakanbahasa secara imajinatif, bukan dalam penbgertian secara kalamiah saja.”
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis (http.//wikipediabahasaindonesia.)
Macam-macam Gaya Bahasa Sumadiria (2006:147-182)
1. Gaya Bahasa Perbandingan
1. Perumpamaan
2. Metafora
3. Personifikasi
4. Depersonifikasi
5. Alegori
6. Antitesis
7. Pleonasme dan Tautologi
8. Perifrasis
9. Antisipasi (Prolepsis)
10. Koreksio (Epanortosis)
2. Gaya Bahasa Pertentangan
1. Hiperbola
2. Litotes
3. Ironi
4. Oksimoron
5. Satire
6. Inuendo
7. Antifrasis
8. Paradoks
9. Klimaks
10. Antiklimaks
11. Sinisme
12. Sarkasme
3. Gaya Bahasa Pertautan
1. Metonomia
2. Sinekdoke
3. Alusi
4. Eufemisme
5. Eponim
6. Epitet
7. Antonomasia
8. Erotesis atau Retoris
9. Paralelisme
10. Elipsis
11. Asindeton
4. Gaya Bahasa Perulangan
1. Aliterasi
2. Asonansi
3. Antanaklasis
4. Kiasmus
5. Epizeukis
6. Tautotes
7. Anafora
8. Simploke
9. Epanalepsis
10. Anadiplosis

III. STRUKTUR CERPEN

Judul Cerpen : Koran
III.1. Tema : Menyukai sesuatu terlalu berlebihan biasanya dapat membuat kita kecewa dan dapat pula untuk membencinya.

III. 2. Amanat
1. Sebaiknya jika kita menyukai sesuatu seharusnya secara sewajarnya jangan terlalu menyukai barang ataupun sesuatu secara berlebihan karena pada suatu kondisi hal tersebut mampu merubah hal menjadi sebaliknya.
Udin pada mulanya sangat menyukai koran, setiap hari tak pernah ia melewatkan 1 hari pun tanpa membaca koran. Orang-orang disekitar Udin pun merasa Udin terlalu memcintai koran, hingga pada suatu hari Udin menemukan berita dari koran yang membuat Udin tidak senang dan sedih, sudah terlalu banyak berita yang tidak menyenangkan yang ia dapatkan kala membaca koran dan karena itu lalu Udin memusuhi koran..
2. Dalam menjalani hidup kita harus memiliki iman yang kuat agar tidak melakukan kesalahan yang merugikan diri kita sendiri.
Berita yang dibaca Udin mengenai temannya yang mencabuli muridnya sendiri, lalu beberapa hari kedepan pun Udin membaca hal yang tidak menyenangkan. Hal itu mengenai tentang temannya yang menjadi tersangka pengeboman. Hal ini menyiratkan agar kita selalu menjaga diri dengan baik, hingga tidak melakukan kesalahan yang merugikan diri sendiri.
3. Selalu berpikir positif jangan terlalu memikirkan hal-hal yang buruk.
Udin berpikir negatif, terhadap Mas Parjo yang semalam tidak pulang. Ia memikirkan bahwa sesuatu hal buruk terjadi pada Mas Parjo. Sampai Udin berpikir bahwa ada berita mengenai Mas Parjo di koran. Namun, pada kenyataannya Mas Parjo pulang bahkan ia membawa kabar gembira.


III.3. Alur : Maju
III. 4. Tokoh dan Penokohan
Tokoh Protagonis : Udin
Tokoh Confidant : Mas. Parjo
Tokoh Figuran : Bang Sani
Bang Japra
Mang Usup
Penokohan : Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.
Aku mencintai koran. Bagiku koran menjadi pusat informasi. Semua berita, semua daerah, nyaris tidak ada yang luput dari berita koran. Kalau aku ingin tahu apa yang terjadi dimana, cukup memanggil loper koran, menyerahkan selembar uang ribuan, lalu asyik berjama-jam berkeliling ke berbagai daerah yang diberitakan. Ya seperti itu.
Dari keseluuhan cerita menggunakan sudut pandang aku.

III.5. Latar :Dirumah Kontrakan tempat Udin dan Mas Parjo tinggal
Didalam kamar Udin
Dipinggir jalan dekat Gardu listrik
Di malam hari

III.4. Penyudut Pandangan
1. Sudut Pandang Orang Pertama
Pengarang menggunakan sudup pandang ”aku”.
Aku mencintai koran. Bagiku koran menjadi pusat informasi. Semua berita, semua daerah, nyaris tidak ada yang luput dari berita koran. Kalau aku ingin tahu apa yang terjadi dimana, cukup memanggil loper koran, menyerahkan selembar uang ribuan, lalu asyik berjama-jam berkeliling ke berbagai daerah yang diberitakan. Ya seperti itu.
Dari keseluuhan cerita menggunakan sudut pandang aku.


III.5. Gaya Bahasa

Personifikasi:
• Koran juga teman yang paling setia
• Jawabanku yang ngawur melahirkan tawa terbahak-bahak.
• Aku egitu mencintai koran
• Pacarnya si Udin itu Cuma koran dan koran
• Kabar itu begitu memukulku
• Aku tepukul
• Begiku koran yang begitu ku cinta memang bukan barang murah, jadi harus diperlakukan seperti makanan
• Begitulah sudah 3 bulan aku memusuhi koran
• Mungkin bukan memusuhi, tapi menghantui
• Keinginan untuk membaca menguap ke awang-awang
• Hatiku maju mundur
• Dua sisi hatiku berperang

Sarkasme
• “ya wong cilik kayak kamu, sok baca koran Din!”
• Kenapa dia jadi brengsek begitu

Hiperbola
• Rasanya ada bongkahan batu besar yang dipukulkan ke dadaku berulang-ulang
• Mengumpulkan helai demi helai keberanian
• Tapi belati di dadaku menancap kian dalam, mengorak-arik seluruh isi dadaku

Simile
• bagai mata uang yangmasih melambung setelah di lemparkan ke udara
• Dadaku seperti tertancap belati












IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Sastra merupakan salah satu kajian manusia, dan merupakan bentuk dan hasil dari apresiasi seseorang terhadap suatu hal. Meneliti dan mengkaji suatu sastra bertujuan untuk memperoleh manfaat dan pembelajaran, misalnya dalam pengkajian suatu amanat dalam cerpen. Dari hal tersebut pula dapat diperoleh apresiasi keindahan dari dalam pikiran yang merupakan sastra yang mengandung unsur keindahan.

2. Saran
Sebuah kajian membutuhkan data dan sumber yang lebih jelas lengkap dan akurat agar kajian struktural pada sebuah cerpen mendapat hasil maksimal.




























V. DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1986. Sastra dan Manusia. Surabaya. PT. Bina Indra Karya.
Aminuddin.1987. Pengantar Memahami Unsur-unsur dalam Karya Sastra.
Malang:FPBSI Malang.
El Shirazy, Habiburrahman . (http://lulukeche.multiply.com/journal/item/17/). Diakses Tanggal 6 Juni 2009

(http://74.125.153.132/search?q=cache:8T2HDDmQH_gJ:kholiq.staff.gunadarm a.ac.id/Publications/files/317/TG2.doc+jenisjenis+sudut+pandang+dalam+novel&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses Tanggal 22 Mei 2009.

(http.//wikipediabahasaindonesia.) Diakses Tanggal 6 Mei 2009.
(http://one.indoskripsi.com/node/6438). Diakses Tanggal 22 Mei 2009.
(http://ekohm.multiply.com/journal/ item/1000/cerpen). Diakses Tanggal 22 Mei 2009.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendek). Diakses Tanggal 6 Juni 2009.
(http://www.penulislepas.com/v2/?p=132) ). Diakses Tanggal 6 Juni 2009.
.(http://sastradewa.blogspot.com/2008/03/pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra.html) Diakses Tanggal 6 Juni 2009.

Jabrohim (Editor). 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graga Widya.

Semi. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Sumadiria, AS Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Tarigan, Hendry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia.

Tranformasi Matriks, Model, da Varian-Varian dalam Sastra

Cerpen “Ibu Pergi Sebulan”

Kata-kata yang khas sebagai model dalam cerpen ini adalah “ibu pergi sebulan” atau “sebulan ibu pergi”. Yang dimaksud ibu adalah emak atau orang tua atau orang tua wanita atau atau orang tua perempuan yang melahirkan kita. Pergi adalah meninggalkan atau meninggalkan suatu tempat menuju suatu tempat lain atau melangkah atau bergerak ke suatu tujuan yang dituju. Bulan adalah kurang lebih waktu selama 30 hari dalam 1 tahun sedangkan Sebulan adalah masa waktu atau jarak selama 1 periode selam 4 minggu atau selama kurang lebih 30 hari.
“Ibu Pergi Sebulan” sebagai model cerpen ini, yang menghiaskan bahwa seorang ibu atau emak atau orang tua perempuan yang telah melahirkan kita yang pergi ke suatu tempat selama jangka waktu kurang lebih 30 hari. Namun pada isi cerpen sebenarnya bahwa ibu mengatakan bahwa ia pergi selama sebulan untuk menghidari tukang kredit yang ingin menagih hutang padanya, hal ini berdasarkan varian-varian berikut:
Varian pertama dalam cerpen ini adalah saat Ibu Saiman yang memerintahkan anakanya Tarno untuk mengatakan pada tukang kredit yang menagih hutang bahwa dirinya tidak ada dirumah dan sedang pergi selama sebulan ke kekampung halaman.
Varian kedua adalah Tarno yang masih tetap disuruh berbohong pada tukang kredita saat hari kedua tukang kredit tersebut datang lagi untuk menagih hutang. Namun kali ni tukang kredit tersebut mulai curiga, tukang kredit tersebut mengira kalau Ibu Saiman hany ingin menghindar dari hutang-hutangnya.
Varian ketiga adalah saat hari selajuntnya Tarno tetap disuruh berbohong oleh ibunya, dan kali ini tukang kredit tersebut mengetahui bahwa Tarno memperoleh upah sebuah permen kojek atas imbalannya untuk berbohong, oleh karena itu tukang kredit tersebut meminta Tarno berjanji untuk tidak berbohong lagi dengan imbalan sebuah permen kojek yang jauh lebih besar dari pemberiaan ibunya.
Varian keempat adalah adalah saat Tarno di perintahkan oleh kedua orang tuanya untuk menghadapi seorang salesman yang mereka kira seorang tukang kredit, Tarno tetap harus mengatakan bahwa ibu masih pergi selama sebulan kekampung.
Berdasarakan model dan varian-varian tersebut dapat disimpulkan bahwa matriks cerpen “ Ibu Pergi Sebulan” adalah seorang ibu yang meminta anakanya untuk berbohong bahwa dirinya tengah pergi selama sebulan ke kampung halaman. Padahal faktannya ibuny ada dirumah sedang bersembunyi dari tukang kredit yang menagih hutang. Kebohongan Tarno tersebut berdasarkan sikapnya yang tersu berbohong pada tukang kredit selama beberapa hari tukang kredit datang kerumahnya untuk menagih hutang.

Ajaran Akhlak dalam Cerpen ”Ibu Pergi Sebulan”

1. Jangan Berbohong
Parno yang menuruti perintah ibunya untuk berbohong kepada seorag tuang kredit yang menagih tunggakan. Hal ini tergambar dari kutipan berikut:

“Besoknya.
‘Ibunya ada, kan, Dik? Tarno Menggeleng.
“Kata Ibu, Ibu gak ada, Pak!” Tarno mengerutkan keningnya. Apa ada yang salah dengan kalimatnya, ya? Tapi, Pak tukang kredit seyum-seyum saja. Mungkin cuma perasaannya. Tarno terseyum lagi.

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Tarno berbohong, padahal Ibunya ada dirumah.

2. Bersifat Boros dan mudah dipengaruhi
Bu Saiman mengambil baranng-barang kepada tukang kredit, padahal barang-barang tesebut tidak begitu diperlukan. Hal ini berdasarkan kutipan:

“Salahnya termakam tetangga yang yang tampak enteng saja membeli barang demi barang tiap hari, hingga ia latah membeli. Padahal banyak barang yang dibeli, tidak benar-benar dia perlukan”.

Bu Saiman mudah terpengaruh pada tetangga yang mengambil barang-barang pada tukang kredit, sehingga ia ikut-ikutan mengambil barang-barang yang sebanarnya tidak begitu ia perlukan.

3. Bersifat disiplin dan berpikir dahulu dengan baik sebelum memutuskan sesuatu.
Bu Saiman yang tidak disiplin membayar tagihan tukang kredit tersebut sesuai waktu yang ditentukan sehingga hutangnya semakin banyak dan susah untuk dilunasi serta sikap Bu Saiman yang mengambil barang-barang pada tukang kredit tanpa berpikir terlebih dahulu. Hal ini tergambar dari kutipan:

“Perempuan itu mencibirkan bibirnya ke Tarno. Tapi keringat dingin mulai merembesi dasternya. Apa yang harus ia lakukannya sekarang? Salah mengambil barang-barang itu tanpa mikir. Salahnya tidak disiplin mencicil.”

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa kesalahan Bu Saiman yang tidak disiplin memcicil dan tidak berpikir dahulu sebelum memutuskan sesuatu.

4. Tidak Berprasangka Buruk pada Orang Lain
Bu Saiman berprasangka bahwa tamu yang datang tersebut adalah tukang kredit yang mau menjebak. Ia mengira bahwa tukang kredit tersebut menyamar menjadi salesman untuk mengelabui suaminya. Hal ini berdasarkan kutipan sebagai berikut:

Dibelakang, Bu Saiman, perempuan berumur empat puluh tahun itu, jadi mangkel setengah mati. Tukang kredit itu kan mestinya dihindari bukan disuruh masuk! Tumben lagi datang sore-sore. Biasanya kan pagi? Pasti mau menjebak! Batin perempuan berprasangka”.

Bu Saiman berpikir negatif bahwa laki-laki yang datang tersebut adalah tukang kredit yang menyamar menjadi salesman.

5. Tidak Melakukan Segala Sesuatu Karena Imbalan
Tarno yang selalu mau menerima pemberian ibunya berupa permen kojek yang merupakan imbalan dari ibunya dan juga pemberian tukang kredit. Hal ini dikutip berdasarkan kutipan:

Melihat permen kojek melambai-lambai diudara karena digoyang-goyangkan ibunya, wajah anak kecil itu langsung cerah.
“Sip!”
Berkata begitu, Tarno merebut permen kojek dari tangan ibunya dan ngeloyor keluar.

Tarno mau disuruh ibunya berbohong karena diberi oleh ibunya permen kojek, sehingga pada akhirnya merugikan mereka semua.

6. Jangan Menutupi Kesalahan Orang Lain
Pak Saiman membantu istrinya untuk menutupi kesalahan istrinya yang belum membayar hutang pada tukang kredit, sehingga mereka mengalami nasip yang kurang baik. Hal ini karena yang datang kerumah Pak Saiman sore itu bukan tukang kredit melainkan salesman yang ingin mengabarkan bahwa mereka menerima hadiah kuis berupa 1 buah televisi. Hal ini tergambar dari kutipan:

“Eh, si Ibu dari tadi di panggilin. Tuh udah ditunggu,”
Pak Saiman muncul. Melihat roman istrinya yang gelagapan, baru lelaki itu mengerti.
“Kamu sengaja menghindari salesman itu, ya?’
“Bu Saiman mengangkat wajah, memandang lurus suaminya, lalu berkata, “ Bapak tertipu. Pake kemeja, kan? Itu tukang kredit bukan salesman! Mana ada salesman datang ke rumah kecil kayak gini!”
Pak Saiman menepuk jidatnya. Baru ngerti dia sekarang.
“Jadi sekarang gimana? Kamu bayar aja!”
Istrinya tidak menjawab. Dalam hati makin kesal sama suaminya yang tidak tanggap. Kalau punya uang ngapai aku ngumpet segala?
“Tidak ada duit?’ tanya suaminya setelah istrinya tidak menjawab juga.
Kali ini Bu Saiman merespon dengan anggukan.
“Sudah berpa lama nunggaknya.”
“Tiga.”
“Tiga hari? Tiga minggu?”
“Tiga Bulan, Pak!”
Sekarang gantian Pak Saiman yang keluar keringat dingin. Dia juga tidak punya uang sebanyak itu. Uang gajinya baru saja di pakai membeli radio baru, karena yang lama sudah rusak. Padahal radiolah satu-satunya hiburan di rumah itu.
“Jadi sekarang gimana, Pak?” tanya Bu Saiman lagi.
Pak Saiman tampak memutar otak. Lalu pandangannya terpaut pada Tarno yang sedang main mobil-mobilan.
“Psstt..... No! Tarno!’
Dan Tarno yang tidak semestinya bertanggung jawab menjadi ‘the fixer’ pun kembali tak berkutik.

Dari kutipan tersebut, diketahui Pak Saiman malah membantu istrinya dan menyuruh Tarno anaknya yang tidak tahu menahu untuk menghadapi tukang kredit tersebut.

Judul Cerpen : Ibu Pergi Sebulan

Sinopsis Cerita:
Bu Saiman adalah seorang ibu muda, yang memilki seorang anak yang masih kecil. Mereka tinggal di rumah yang sederhana. Suatu hari ia meminta pada anaknnya yang masih kecil untuk berbohong kepada seorang tukang kredit yang hendak menagih hutang padanya. Hutang Bu Saiman cukup banyak, karena ia sering mengutang barang-barang yang tidak begitu penting. Kemudian Bu Saiman meminta pada anaknya untuk mengatakan, bahwa ia tidak ada dirumah karena pergi selama sebulan ke kampung. Padahal Bu Saiman ada dirumah, ia tidak bisa membayar dan menyuruh anaknya berbohong. Dengan berbohong tersebut anaknya diberi imbalan permen kojek.
Kemudian di hari selanjutnya tukang kredit itu datang lagi, dengan hal yang sama Bu Saiman tetap menyuruh anaknya berbohong. Tetapi kali ini tukang kredit curiga, gara-gara tingah anak kecil itu yang lugu dan polos. Tukang kredit tersebut tahu bahwa ibunya ada dirumah. Dan tukang kredit tersebut mengatakan besok ia akan datang lagi untuk mememui ayahnya.
Kemudian besok paginya, datanglah seorang yang bergaya seperti seorang salesman. Bu Saiman panik ia mengira itu adalah tukang kredit yang menyamar menjadi salesman. Tapi, kali ini yang menemuinya adalah Pak Saiman yang memang sudah berada diruang tamu. Setelah bertemu dengan sales, Pak Saiman kemudian ke dapur dan memanggil istrinya. Melihat Ibu Saiman panik, Pak Saiman baru mengerti. Mereka bingung karena memang ia tidak mempunyai uang. Dan akhirnya anak kecil mereka lagi yang harus menghadapi salesman itu. Setelah anak kecil mereka berbicara dengan salesman, ia pergi ke dapur dan mengatakan pada ibunya. Bahwa tadi yang datang bukanlah tukang kredit. Melainkan seorang sales yang mengabarkan bahwa Bu Saiman memenangkan hadiah televisi. Tetapi karena Bu Saiman pergi selama sebulan, jadi hadiah tersebut tidak bisa diambil karena batas waktu hadiahnya sudah habis.
Tema : Seseorang Yang berbohong biasanya mendapatkan keburukan dari kebohongannya sendiri

Cerpen “Ibu Pergi Sebulan”

Kronologis Cerita
Cerpen “Ibu Pergi Sebulan” terdiri atas sepuluh peristiwa yag berurutan secara kronologis sebagai berikut:
Pada bagian ke-1, digambarkan seorang ibu yang sedang menanyai anaknya. Bu Saiman memerintahkan pada anaknya Tarno untuk mengatakan pada tukang kredit bahwa dirinya tidak ada dirumah dan pergi selama sebulan ke kampung. Ibu tersebut menyuruh anaknya Tarno berbohong karena ia tidak bisa membayar hutang pada tukang kredit. Tarno mendapatkan permen kojek sebagai upah atas apa yang ia lakukan, namun tukang kredit tersebut berpesan bahwa besok ia akan datang lagi kerumah.
Pada bagian ke-2, digambarkan seorang tuang kredit yang datang kerumah Tarno untuk menagih hutang pada ibunya. Namun sama seperti hari sebelumnya Tarno lagi yang harus menghadapi tukang kredit tersebut. Hari ini tukang kredit tersebut merasa curiga dan menyuruh Tarno untuk menyampaikan pesannya pada ibunya. Tukang kredit tersebut berpesan untuk tidak menghindar lagi. Setelah masuk dan menemui ibunya Tarno malah tetap disuruh berbohong dan sama seperti kemarin Tarno memperoleh 1 buah permen kojek.
Pada bagian ke-3, digambarkan tukang kredit tersebut mngetahui bahwa Tarno berbohong, dari kata-katanya yang lugu tukang kredit yang tidak memiliki pendidikan tinggi tersebut mengetahui bahwa Ibu Saiman memang sengaja menghindar.
Pada bagian ke-4, digambarkan bahwa tukang kredit mengetahui bahwa Tarno berbohong dan di beri upah permen kojek, oleh karena itu ia menyuruh Tarno untuk tidak mau berbohong dan menerima sogokan dari ibunya. Tukang kredit juga berpesan bahwa dia akan datang besok dan ingin menemui bapaknya. Namun selanjutnya tukang kredit itu meminta Tarno untuk tidak berbohong lagi, oleh karena itu ia memberikan Tarno permen kojek yang lebih besar dari pemberian ibunya dengan syarat agar Tarbo berjanji untuk tidak berbohong lagi.
Pada bagian ke-5, digambarkan Bu Saiman bertanya pada Tarno apa yanng dikatakan oleh tukang kredit tersebut. Kemudian Tarno mengatakan bahwa tukang kredit tersebut akan datang lagi dan ingin menemui bapak.
Pada bagian ke-6, digambarkan bahwa sore harinya Pak Saiman memerima seorang tamu dan dari belakanng ibu Saiman mengamati tamu yang datang kerumahnya. Namun Bu Saiman curiga bahwa tamu laki-laki tersebut adalah tukang kredit yang ingin menagih hutang.
Pada bagian ke-7, digambarkan bahwa Pak Saiman memanggil-manggil istrnya karena tamu tersebut mencari Bu Saiman. Mendengar namanya dipanggil-panggil Bu Saiman panik dan dengan suara perlahan ia memanggil-manggil Tarno. Namun Tarno tidak memperhatikannya dan ibunya mengancam nanti ia tidak diberi permen kojek lagi. Tapi, Tarno tetap tidak perduli, malah ia mengeluarkan permen kojek pemberian tukang kredit padanya. Melihat hal itu Bu Saiman tahu bahwa Tarno mau di sogok oleh tukang kredit tersebut.
Pada bagian ke-8, digambarkan bahwa Pak Saiman muncul dan menemui istrinya, dan setelah melihat gelagat istrinya yang panik baru ia mengerti dan memahami kondisi sebenarnya. Pak Saiman pun juga merasa panik karen ia juga tidak punya banyak uang untuk melunasi hutang.
Pada bagian ke-9, digambarkan Pak Saiman berpikir dan memutar otak untuk mengatasi masalah ini. Kemudian Pak Saiman berinisiatif untuk menjadikan Tarno sebagai “the fixer” untuk menghadapi tukang kredit tesebut.
Pada bagian ke-10, digambarkan setelah Tarno menemui orang tersebut kedua orang tuanya bertanya apa yang terjadi dan tukang kredit itu katakan. Namun ternyata ucapan Tarno sangat mengejutkan, Tarno mengatakan bahwa orang yang datang tadi bukan tukang kredit melainkkan salesman yang ingin menyampaikan bahwa Bu Saiman telah memenangkan 1 buah televisi berwarna 21 inci. Mendengar hal itu Pak Saiman dan istri sangat terkejut dan mereka berdua saling menyalahkan.

Majas

Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis [1].
Daftar isi

* 1 Majas perbandingan
* 2 Majas sindiran
* 3 Majas penegasan
* 4 Majas pertentangan
* 5 Rujukan
* 6 Catatan kaki

Majas perbandingan

1. Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
2. Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
3. Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan pengubung, seperti layaknya, bagaikan, dll.
4. Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll.
5. Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
6. Sinestesia: Metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan suatu indra untuk dikenakan pada indra lain.
7. Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
8. Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
9. Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
10. Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
11. Litotes: Ungkapan berupa mengecilkan fakta dengan tujuan merendahkan diri.
12. Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
13. Personifikasi: Pengungkapan dengan menyampaikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia.
14. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
15. Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
16. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
17. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
18. Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
19. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
20. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
21. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
22. Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
23. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
Majas sindiran
1. Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
2. Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
3. Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4. Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5. Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.

Majas penegasan
1. Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2. Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3. Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
4. Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5. Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6. Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
7. Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
8. Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
9. Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10. Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11. Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12. Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
13. Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
14. Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15. Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16. Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17. Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18. Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19. Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20. Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21. Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22. Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23. Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24. Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25. Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

Majas pertentangan
1. Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2. Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.
3. Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
4. Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
5. Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.

Rujukan

* Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2007. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Tera, Yogyakarta.

Majas penegasan
# [[Apofasis]]: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
# [[Pleonasme]]: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
# [[Repetisi]]: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
# [[Pararima]]: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
# [[Aliterasi]]: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
# [[Paralelisme]]: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
# [[Tautologi]]: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
# [[Sigmatisme]]: Pengulangan bunyi "''s''" untuk efek tertentu.
# [[Antanaklasis]]: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
# [[Klimaks]]: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
# [[Antiklimaks]]: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
# [[Inversi]]: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
# [[Retoris]]: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
# [[Elipsis]]: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
# [[Koreksio]]: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
# [[Polisindenton]]: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
# [[Asindeton]]: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
# [[Interupsi]]: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
# [[Ekskalamasio]]: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
# [[Enumerasio]]: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
# [[Preterito]]: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
# [[Alonim]]: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
# [[Kolokasi]]: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
# [[Silepsis]]: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
# [[Zeugma]]: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.

Majas pertentangan
# [[Paradoks]]: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
# [[Oksimoron]]: Paradoks dalam satu frase.
# [[Antitesis]]: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
# [[Kontradiksi interminus]]: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
# [[Anakronisme]]: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.