Ajaran Akhlak dalam Cerpen ”Ibu Pergi Sebulan”

Sabtu, 30 Januari 2010

1. Jangan Berbohong
Parno yang menuruti perintah ibunya untuk berbohong kepada seorag tuang kredit yang menagih tunggakan. Hal ini tergambar dari kutipan berikut:

“Besoknya.
‘Ibunya ada, kan, Dik? Tarno Menggeleng.
“Kata Ibu, Ibu gak ada, Pak!” Tarno mengerutkan keningnya. Apa ada yang salah dengan kalimatnya, ya? Tapi, Pak tukang kredit seyum-seyum saja. Mungkin cuma perasaannya. Tarno terseyum lagi.

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Tarno berbohong, padahal Ibunya ada dirumah.

2. Bersifat Boros dan mudah dipengaruhi
Bu Saiman mengambil baranng-barang kepada tukang kredit, padahal barang-barang tesebut tidak begitu diperlukan. Hal ini berdasarkan kutipan:

“Salahnya termakam tetangga yang yang tampak enteng saja membeli barang demi barang tiap hari, hingga ia latah membeli. Padahal banyak barang yang dibeli, tidak benar-benar dia perlukan”.

Bu Saiman mudah terpengaruh pada tetangga yang mengambil barang-barang pada tukang kredit, sehingga ia ikut-ikutan mengambil barang-barang yang sebanarnya tidak begitu ia perlukan.

3. Bersifat disiplin dan berpikir dahulu dengan baik sebelum memutuskan sesuatu.
Bu Saiman yang tidak disiplin membayar tagihan tukang kredit tersebut sesuai waktu yang ditentukan sehingga hutangnya semakin banyak dan susah untuk dilunasi serta sikap Bu Saiman yang mengambil barang-barang pada tukang kredit tanpa berpikir terlebih dahulu. Hal ini tergambar dari kutipan:

“Perempuan itu mencibirkan bibirnya ke Tarno. Tapi keringat dingin mulai merembesi dasternya. Apa yang harus ia lakukannya sekarang? Salah mengambil barang-barang itu tanpa mikir. Salahnya tidak disiplin mencicil.”

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa kesalahan Bu Saiman yang tidak disiplin memcicil dan tidak berpikir dahulu sebelum memutuskan sesuatu.

4. Tidak Berprasangka Buruk pada Orang Lain
Bu Saiman berprasangka bahwa tamu yang datang tersebut adalah tukang kredit yang mau menjebak. Ia mengira bahwa tukang kredit tersebut menyamar menjadi salesman untuk mengelabui suaminya. Hal ini berdasarkan kutipan sebagai berikut:

Dibelakang, Bu Saiman, perempuan berumur empat puluh tahun itu, jadi mangkel setengah mati. Tukang kredit itu kan mestinya dihindari bukan disuruh masuk! Tumben lagi datang sore-sore. Biasanya kan pagi? Pasti mau menjebak! Batin perempuan berprasangka”.

Bu Saiman berpikir negatif bahwa laki-laki yang datang tersebut adalah tukang kredit yang menyamar menjadi salesman.

5. Tidak Melakukan Segala Sesuatu Karena Imbalan
Tarno yang selalu mau menerima pemberian ibunya berupa permen kojek yang merupakan imbalan dari ibunya dan juga pemberian tukang kredit. Hal ini dikutip berdasarkan kutipan:

Melihat permen kojek melambai-lambai diudara karena digoyang-goyangkan ibunya, wajah anak kecil itu langsung cerah.
“Sip!”
Berkata begitu, Tarno merebut permen kojek dari tangan ibunya dan ngeloyor keluar.

Tarno mau disuruh ibunya berbohong karena diberi oleh ibunya permen kojek, sehingga pada akhirnya merugikan mereka semua.

6. Jangan Menutupi Kesalahan Orang Lain
Pak Saiman membantu istrinya untuk menutupi kesalahan istrinya yang belum membayar hutang pada tukang kredit, sehingga mereka mengalami nasip yang kurang baik. Hal ini karena yang datang kerumah Pak Saiman sore itu bukan tukang kredit melainkan salesman yang ingin mengabarkan bahwa mereka menerima hadiah kuis berupa 1 buah televisi. Hal ini tergambar dari kutipan:

“Eh, si Ibu dari tadi di panggilin. Tuh udah ditunggu,”
Pak Saiman muncul. Melihat roman istrinya yang gelagapan, baru lelaki itu mengerti.
“Kamu sengaja menghindari salesman itu, ya?’
“Bu Saiman mengangkat wajah, memandang lurus suaminya, lalu berkata, “ Bapak tertipu. Pake kemeja, kan? Itu tukang kredit bukan salesman! Mana ada salesman datang ke rumah kecil kayak gini!”
Pak Saiman menepuk jidatnya. Baru ngerti dia sekarang.
“Jadi sekarang gimana? Kamu bayar aja!”
Istrinya tidak menjawab. Dalam hati makin kesal sama suaminya yang tidak tanggap. Kalau punya uang ngapai aku ngumpet segala?
“Tidak ada duit?’ tanya suaminya setelah istrinya tidak menjawab juga.
Kali ini Bu Saiman merespon dengan anggukan.
“Sudah berpa lama nunggaknya.”
“Tiga.”
“Tiga hari? Tiga minggu?”
“Tiga Bulan, Pak!”
Sekarang gantian Pak Saiman yang keluar keringat dingin. Dia juga tidak punya uang sebanyak itu. Uang gajinya baru saja di pakai membeli radio baru, karena yang lama sudah rusak. Padahal radiolah satu-satunya hiburan di rumah itu.
“Jadi sekarang gimana, Pak?” tanya Bu Saiman lagi.
Pak Saiman tampak memutar otak. Lalu pandangannya terpaut pada Tarno yang sedang main mobil-mobilan.
“Psstt..... No! Tarno!’
Dan Tarno yang tidak semestinya bertanggung jawab menjadi ‘the fixer’ pun kembali tak berkutik.

Dari kutipan tersebut, diketahui Pak Saiman malah membantu istrinya dan menyuruh Tarno anaknya yang tidak tahu menahu untuk menghadapi tukang kredit tersebut.

0 komentar: