CERPEN

Sabtu, 30 Januari 2010

Sinopsis Cerita
Udin adalah seorang pemuda yang berprofesi sebagai guru madrasah. Ia tinggal dan kos di Jakarta, bersama Mas Parjo teman sekamarnya, yang merupakan seorang tukang bakso. Udin memiliki hobi yang unik, walaupun ia hanya rakyat kecil, dan seorang pemuda biasa yang miskin. Ia sangat mencintai koran. Ia selalu membaca koran setiap hari, baik koran yang terbit pagi maupun sore. Terkadang Udin mendapat ejekan dari teman-temannya, “kenapa wong cilik kayak kamu , sok baca koran din’ ejek teman-temannya. Bang Sani yang merupakan tukang parkir di pasar, juga sering mengejeknya, termasuk Bang Japra preman di daerah bongkaran Tanah Abang. Bahkan, sampai sang loper koran tak pernah sekali pun melupakan Udin, langganan tetapnya. Udin tetap tidak perduli, ia makin menyukai membaca koran karena dengan membaca koran Udin merasa terhibur dan menjadi orang yang cerdas. Mas Parjo dan teman-temannya juga tetap menasihati untuk tidak terlalu mencintai koran seperti itu. Mas Parjo dan teman-temannya juga suka membaca koran, tetapi tidak seperti Udin. Mereka berkata membaca koran terkadang isinya juga yang itu-itu saja, dimulai naiknya tarif listrik, telepon, air bahkan mengenai BBM.
Tetapi, suatu ketika betapa terkejutnya Udin, saat ia membaca halaman koran. Ia menemukan berita, bahwa ada seorang guru SD di Bogor di keroyok massa karena mencabuli anak didiknya. Udin sangat terkejut, karena ternyata guru tersebut adalah teman sekelasnya saat ia masih dalam pendidikan SPG dulu. Semenjak itu, Udin menjaga jarak dengan koran sudah lama ia tidak membaca halaman koran lagi. Ia merasa sedikit kecewa karena ia mendengar kabar yang buruk itu dari koran. Kemudian suatu ketika Mas Parjo memberikan koran pada Udin, dan dengan berat hati Udin membacanya. Kemudian ia menemukan berita yang sangat mengejutkan terjadi keributan antar preman dan hal itu menyebabkan seorang preman tewas di bacok. Setelah diketahui preman itu adalahg Bang Japra.
Setelah lama dari peristiwa itu Udin memberanikan diri membaca koran dan betapa terkejutnya ia setelah membaca berita ada seorang buronan yang terkait jaringan pembomman di Masakssar. Setelah di usut ternyata buronan tersebut adalah Bang Sani, tukang parkir di pasar. Udin semakin kecewa dan memusuhi koran, sudah 3 bulan ia tidak membaca koran lagi. Dan terakhir Udin membaca koran, karena ia mencemaskan Mas Parjo yang semalam tidak pulang. Ia panik dan takut terjadi apa-apa dengan Mas Parjo. Udin membaca koran pagi, dan akhirnya ia menemukan berita yang sangat tidak ia duga sebelumnya. Di halaman sembilan ia membaca dan menemukan nama Emak dan adik-adiknya didalam koran tersebut, mereka terdaftar sebagai korban tanah longsor, dua hari yang lalu.


I. PENDAHULUAN

Secara etimologis kata sastra berasal dari bahasa sansekerta, dibentuk dari akar kata sas- yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran –tra yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk..
Secara harfiah kata sastra berarti huruf, tulisan atau karangan. Kata sastra ini kemudian diberi imbuhan su- (dari bahasa Jawa) yang berarti baik atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya. Selanjutnya, kata susastra diberi imbuhan gabungan ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang berarti nilai hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya. (http://one.indoskripsi.com/node/6438)
Sastra dan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling berhubungan satu sama lain. Satra ada karena manusia menciptakan. Ali (1986:34), “Tanpa kehadiran manusia, maka sastra tidak bakal ada.”
Sastra merupakan bentuk hasil dari penciptaan karya manusia, hasil pemikiran, ide, kreasi dan wujud dari eksistensi manusia pada kehidupannya. Menurut Iswanto dalam Jabrohim (2003:59), “Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya.” Pendapat tersebut mengandung implikasi bahwa karya sastra (terutama cerpen, novel, dan drama) dapat menjadi potret kehidupan melalui tokoh-tokoh ceritanya.
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. (http://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendek).
Cerpen bisa didefinisikan sebagai sebuah cerita yang formatnya sangat singkat, dan berisi penggalan cerita tertentu. Cerpen adalah karya fiksi. Maksudnya, cerita yang terkandung di dalamnya bukan kisah nyata. (http://www.penulislepas.com/v2/?p=132)
Sastra merupakan bentuk apreasiasi manusia, salah satu contoh adalah cerpen. Cerpen merupakan sebuah karya sastra yang berupa cerita fiksi dan merupakan sebuah sajian penulis dalam bentuk tulisan yang mengisahkan hal-hal tertentu.
II. KAJIAN PUSTAKA
Menggunakan pendekatan struktural untuk meliputi unsur-unsur instrinsik dalam karya sastra. Unsur-unsur instrinsik yang diteliti adalah: alur, latar, tokoh, tema dan amanat.
1. Tema
Semi (1988:42) mengatakan, “Tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar tersebut.”
2. Amanat
Aminuddin mengatakan (1987:151) mengatakan, “Amanta adalah pandangan moral yang berada dalam butir-butir pokok pikiran atau ide dasar yang ditampilkan.”
3. Alur
Wellek dan Waren (1990:285) mengatakan, “Alur itu sendiri adalah terbentuk atas sejumlah struktur naratif yang lebih kecil (episode, kajian).” Hal ini juga dikatakan Semi (1988:43) bahwa alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagiam dalam keseluruhan fiksi.
4. Tokoh dan Penokohan
Penokohan yaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak hidup dan nyata hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern, berhasil tidaknya sebuah cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan citra, watak dan karakter tokoh tersebut. Penokohan, yang didalamnya ada perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, bisa dikatakan ia sebagai mata air kekuatan sebuah cerita pendek. (http://lulukeche.multiply.com/journal/item/17/)
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.

1. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
2. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
3. Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi.
4. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.(http://sastradewa.blogspot.com/2008/03/pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra.html)
Tokoh yang baik suatu ketika dapat berubah menjadi jahat, demikian pula sebaliknya. Karakterisasi demikian disebut perwatakan bulat (the around character).
Sehubungan dengan pokok bahasan ini ada baiknya dibicarakan pula pengertian tokoh protagonis, antagonis, confidant, dan figuran.
Protagonis : Tokoh utama cerita yang berperan sebagai penggerak cerita. Tokoh inilah yang pertama-tama menghadapi masalah dan terlibat dalam kesuliatan. Biasanya pembaca berempati pada tokoh ini.
1. Antagonis : Tokoh utama yang berperan sebagai penghalang tokoh protagonis. Tokoh ini merupakan lawan protagonis, sehingga karakternya bisa jadi membuat pembaca jengkel.
2. Confidant : Tokoh confidant mempunyai peran sebagai tokoh pembantu yang menjadi kepercayaan protagonis dan atau antagonis. Lewat tokoh ini pembaca dapat mengenal watak dan niat-niat tokoh utama dengan lebih baik.
3. Figuran : Tokoh tambahan yang perannya tidak penting bagi keutuhan tema cerita. Figuran dihadirkan untuk menciptakan suasana agar cerita lebih hidup. (Tokoh ini lebih sering muncul dalam drama atau film daripada dalam cerpen, novel, maupun roman). (http://ekohm.multiply.com/journal/ item/1000/cerpen).
5. Latar
Semi mengatakan (1988:46) mengatakan “Latar atau landas tumpu (setting) adalah lingkunga temapat peristiwa terjadi, termasuk didalam latar ini adalah tempat atau ruang yang diamati, seperti dikampus, disebuah kapal yang berlayar ke Hongkong, di kafetaria, disebuah puskesmas, didalam gereja, di Paris, dan sebagainya.

6. Penyudut Pandangan
Sudut pandang atau point of view pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya adalah sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Dalam hal ini harus dibedakan dengan pandanga pengarang sebagai pribadi, sebab sebuah cerpen atau novel sebenarnya adalah pandanag pengarang terhadap kehidupan. Suara pribadi pengarang jelas akan masuk ke dalam karyanya. Dan ini lazim disebut gaya pengarang. Adapun sudut pandang menyangkut teknis bercerita saja, yaitu soal bagaimana pandangan pribadi pengarang akan dapat diungkapkan sebaik-baiknya. Sudut pandang menyaran pada sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.(http://74.125.153.132/search?q=cache:8T2HDDmQH_gJ:kholiq.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/317/TG2.doc+jenisjenis+sudut+pandang+dalam+novel&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id)
1. Sudut pandangan orang pertama.
Lazim disebut point of view orang pertama. Pengarang menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”. Di sini yang harus diperhatikan adalah pengarang harus netral dengan “aku” dan “saya”nya.
2. Sudut pandang orang ketiga,
biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; “Aisha”, “Fahri”, dan “Nurul” misalnya.
3. Sudut pandang campuran,
di mana pengarang membaurkan antara pendapat pengarang dan tokoh-tokohnya. Seluruh kejadian dan aktivitas tokoh diberi komentar dan tafsiran, sehingga pembaca mendapat gambaran mengenai tokoh dan kejadian yang diceritakan. Dalam “Sekelumit Nyanyian Sunda” Nasjah Djamin sangat baik menggunakan teknik ini.
4. Sudut pandangan yang berkuasa.
Merupakan teknik yang menggunakan kekuasaan si pengarang untuk menceritakan sesuatu sebagai pencipta. Sudut pandangan yang berkuasa ini membuat cerita sangat informatif. Sudut pandanga ini lebih cocok untuk cerita-cerita bertendens. Para pujangga Balai Pustaka banyak yang menggunakan teknik ini. Jika tidak hati-hati dan piawai sudut pandangan berkuasa akan menjadikan cerpen terasa menggurui.(http://ekohm.multiply.com/journal/ item/1000/cerpen)
7. Gaya Bahasa
Warnier dalam Sumadiria (2006:146) mengatakan “Gaya bahasa adalah cara mepergunakanbahasa secara imajinatif, bukan dalam penbgertian secara kalamiah saja.”
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis (http.//wikipediabahasaindonesia.)
Macam-macam Gaya Bahasa Sumadiria (2006:147-182)
1. Gaya Bahasa Perbandingan
1. Perumpamaan
2. Metafora
3. Personifikasi
4. Depersonifikasi
5. Alegori
6. Antitesis
7. Pleonasme dan Tautologi
8. Perifrasis
9. Antisipasi (Prolepsis)
10. Koreksio (Epanortosis)
2. Gaya Bahasa Pertentangan
1. Hiperbola
2. Litotes
3. Ironi
4. Oksimoron
5. Satire
6. Inuendo
7. Antifrasis
8. Paradoks
9. Klimaks
10. Antiklimaks
11. Sinisme
12. Sarkasme
3. Gaya Bahasa Pertautan
1. Metonomia
2. Sinekdoke
3. Alusi
4. Eufemisme
5. Eponim
6. Epitet
7. Antonomasia
8. Erotesis atau Retoris
9. Paralelisme
10. Elipsis
11. Asindeton
4. Gaya Bahasa Perulangan
1. Aliterasi
2. Asonansi
3. Antanaklasis
4. Kiasmus
5. Epizeukis
6. Tautotes
7. Anafora
8. Simploke
9. Epanalepsis
10. Anadiplosis

III. STRUKTUR CERPEN

Judul Cerpen : Koran
III.1. Tema : Menyukai sesuatu terlalu berlebihan biasanya dapat membuat kita kecewa dan dapat pula untuk membencinya.

III. 2. Amanat
1. Sebaiknya jika kita menyukai sesuatu seharusnya secara sewajarnya jangan terlalu menyukai barang ataupun sesuatu secara berlebihan karena pada suatu kondisi hal tersebut mampu merubah hal menjadi sebaliknya.
Udin pada mulanya sangat menyukai koran, setiap hari tak pernah ia melewatkan 1 hari pun tanpa membaca koran. Orang-orang disekitar Udin pun merasa Udin terlalu memcintai koran, hingga pada suatu hari Udin menemukan berita dari koran yang membuat Udin tidak senang dan sedih, sudah terlalu banyak berita yang tidak menyenangkan yang ia dapatkan kala membaca koran dan karena itu lalu Udin memusuhi koran..
2. Dalam menjalani hidup kita harus memiliki iman yang kuat agar tidak melakukan kesalahan yang merugikan diri kita sendiri.
Berita yang dibaca Udin mengenai temannya yang mencabuli muridnya sendiri, lalu beberapa hari kedepan pun Udin membaca hal yang tidak menyenangkan. Hal itu mengenai tentang temannya yang menjadi tersangka pengeboman. Hal ini menyiratkan agar kita selalu menjaga diri dengan baik, hingga tidak melakukan kesalahan yang merugikan diri sendiri.
3. Selalu berpikir positif jangan terlalu memikirkan hal-hal yang buruk.
Udin berpikir negatif, terhadap Mas Parjo yang semalam tidak pulang. Ia memikirkan bahwa sesuatu hal buruk terjadi pada Mas Parjo. Sampai Udin berpikir bahwa ada berita mengenai Mas Parjo di koran. Namun, pada kenyataannya Mas Parjo pulang bahkan ia membawa kabar gembira.


III.3. Alur : Maju
III. 4. Tokoh dan Penokohan
Tokoh Protagonis : Udin
Tokoh Confidant : Mas. Parjo
Tokoh Figuran : Bang Sani
Bang Japra
Mang Usup
Penokohan : Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita.
Aku mencintai koran. Bagiku koran menjadi pusat informasi. Semua berita, semua daerah, nyaris tidak ada yang luput dari berita koran. Kalau aku ingin tahu apa yang terjadi dimana, cukup memanggil loper koran, menyerahkan selembar uang ribuan, lalu asyik berjama-jam berkeliling ke berbagai daerah yang diberitakan. Ya seperti itu.
Dari keseluuhan cerita menggunakan sudut pandang aku.

III.5. Latar :Dirumah Kontrakan tempat Udin dan Mas Parjo tinggal
Didalam kamar Udin
Dipinggir jalan dekat Gardu listrik
Di malam hari

III.4. Penyudut Pandangan
1. Sudut Pandang Orang Pertama
Pengarang menggunakan sudup pandang ”aku”.
Aku mencintai koran. Bagiku koran menjadi pusat informasi. Semua berita, semua daerah, nyaris tidak ada yang luput dari berita koran. Kalau aku ingin tahu apa yang terjadi dimana, cukup memanggil loper koran, menyerahkan selembar uang ribuan, lalu asyik berjama-jam berkeliling ke berbagai daerah yang diberitakan. Ya seperti itu.
Dari keseluuhan cerita menggunakan sudut pandang aku.


III.5. Gaya Bahasa

Personifikasi:
• Koran juga teman yang paling setia
• Jawabanku yang ngawur melahirkan tawa terbahak-bahak.
• Aku egitu mencintai koran
• Pacarnya si Udin itu Cuma koran dan koran
• Kabar itu begitu memukulku
• Aku tepukul
• Begiku koran yang begitu ku cinta memang bukan barang murah, jadi harus diperlakukan seperti makanan
• Begitulah sudah 3 bulan aku memusuhi koran
• Mungkin bukan memusuhi, tapi menghantui
• Keinginan untuk membaca menguap ke awang-awang
• Hatiku maju mundur
• Dua sisi hatiku berperang

Sarkasme
• “ya wong cilik kayak kamu, sok baca koran Din!”
• Kenapa dia jadi brengsek begitu

Hiperbola
• Rasanya ada bongkahan batu besar yang dipukulkan ke dadaku berulang-ulang
• Mengumpulkan helai demi helai keberanian
• Tapi belati di dadaku menancap kian dalam, mengorak-arik seluruh isi dadaku

Simile
• bagai mata uang yangmasih melambung setelah di lemparkan ke udara
• Dadaku seperti tertancap belati












IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Sastra merupakan salah satu kajian manusia, dan merupakan bentuk dan hasil dari apresiasi seseorang terhadap suatu hal. Meneliti dan mengkaji suatu sastra bertujuan untuk memperoleh manfaat dan pembelajaran, misalnya dalam pengkajian suatu amanat dalam cerpen. Dari hal tersebut pula dapat diperoleh apresiasi keindahan dari dalam pikiran yang merupakan sastra yang mengandung unsur keindahan.

2. Saran
Sebuah kajian membutuhkan data dan sumber yang lebih jelas lengkap dan akurat agar kajian struktural pada sebuah cerpen mendapat hasil maksimal.




























V. DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1986. Sastra dan Manusia. Surabaya. PT. Bina Indra Karya.
Aminuddin.1987. Pengantar Memahami Unsur-unsur dalam Karya Sastra.
Malang:FPBSI Malang.
El Shirazy, Habiburrahman . (http://lulukeche.multiply.com/journal/item/17/). Diakses Tanggal 6 Juni 2009

(http://74.125.153.132/search?q=cache:8T2HDDmQH_gJ:kholiq.staff.gunadarm a.ac.id/Publications/files/317/TG2.doc+jenisjenis+sudut+pandang+dalam+novel&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses Tanggal 22 Mei 2009.

(http.//wikipediabahasaindonesia.) Diakses Tanggal 6 Mei 2009.
(http://one.indoskripsi.com/node/6438). Diakses Tanggal 22 Mei 2009.
(http://ekohm.multiply.com/journal/ item/1000/cerpen). Diakses Tanggal 22 Mei 2009.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendek). Diakses Tanggal 6 Juni 2009.
(http://www.penulislepas.com/v2/?p=132) ). Diakses Tanggal 6 Juni 2009.
.(http://sastradewa.blogspot.com/2008/03/pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra.html) Diakses Tanggal 6 Juni 2009.

Jabrohim (Editor). 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graga Widya.

Semi. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Sumadiria, AS Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Tarigan, Hendry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia.

0 komentar: