BUNGA RAMPAI

Selasa, 26 Januari 2010

Untuk Dosen Kami Tercinta
Drs. Siti Salamah Arifin
Untuk Cendramata dari Mahasiswa

Seanggun Bunga


TerataiSeharusnya pada beliau kami bercermin, memjadikannya contoh dan panutan. Ingin sesungguhnya saat aku bercermin, aku bisa menjadi seperti beliau. Beliau begitu anggun, santun bersahaja. Pada mulanya ku pikir sama, datar dengan aluar yang serupa. Tapi kami sedikit merasa berbeda. Pertama kali bertemu, menjadikan sosok ingatan di relung jiwa beliau begitu tepat. Awalnya terdengar desas-desus, tapi mungkin kami tak percaya. Hanya sebuah klise yang tak beraturan, yang menjadikan takut dan menjadikan sikap kami tak objektif.
Beliau adalah seorang perempuan tangguh, berdedikasi dan dispilin. Ingin kutuliskan sebuah untaian bunga rampai untuk panutanku, dosenku itu. Pembimbing dan pengajar yang menjadi arah dan contoh model untuk kami bercermin. Mungkin aku lambangkan seperti bunga teratai: seorang pemimpin perempuan yang religius, tingkah lakunya anggun dan santun. Sementara itu, independensi pemimpin kategori ini juga setara dengan kemandirian teratai yang mengambang anggun di atas permukaan danau. Mmenjanjikan keteguhan sekaligus keteduhan. Karakteristik yang mendominasi adalah agung, jujur, suci dan independen. Seperti bunga teratai berwarna yang anggun yang bersemi di atas air. Menghiasi dan mewarnai hari ini.
Awal pertemuan kami dengan beliau, di awal perkuliahan yang sepi. Suasana menyambut hari raya. Saat semua orang berkemas bersiap kembali ke kampung halaman. Ruang-ruang kosong di kelas ini. Kami hanya bersepuluh, bisa di hitung dengan jari. Rasa jenuh dan penat melihat orang dan sosok-sosok yang itu-itu saja. Tak ada keributan dan keramaian yang bising seperti biasa. Semua teman-teman berada jauh, mereka menyelesaikan tugas di desa. Ya, kewajiban mahasiswa kuliah kerja nyata. Tak ayal suasana perkuliahan tak seperti biasa aneh dan tak sama. Namun, dari semuanya seiring juga mendukung sepinya ruang-ruang kosong itu. Beberapa pembimbing atau dosen lain juga belum mengaktifkan diri. Mungkin benar, awal diminggu hari kuliah perdana, semuanya belum aktif seperti biasa.
Tapi kutemukan beliau hadir tepat waktu, tak sedetikpun terlewatkan. Pukul 8, berdentang ku pikir. Aku mengetuk pintu kelas, ku lihat sosok beliau siap memberikan kuliah. Displin tepat dan akurat, aku tau akan hal itu kepribadiaan beliau. Ku dengar dari teman sejawat, atau kakak yang lebih senior. Beliau begitu cermat, rajin dan tekun. Datang tepat waktu dan selalu serius dalam belajar selalu jadi bahan pertimbangan untuk memberikan penilaian. Tak ada istilah comot atau asal saja, benar-benar mengisi apa yang ada sesuai hasil. Mungkin banyak nilai merah, atau sedikit yang berwarna cerah. Untuk nilai C atau A sejujurnya ada di tangan kami. Tak ada revolusi atau hitung kancing istilahnya. Ku dengar kabar lain bahwa tak ada istilah memperbaiki, apa yang kami berikan tetap itu yang kami dapatkan. Huruf C pada awal dan seterusnya mungkin. Tapi tak kuharapkan begitu ingin ku lihat huruf A sesungguhnya. Mungkin bukan cuma aku saja, tapi semua mahasiswa.
Tak ada istilah lain, sepertinya. Semua benar-benar cerdik, membina mengajar dengan runtun, akurat. Terkadang walaupun 3 sks yang begitu panjang, kami habiskan dengan mendengar dan belajar. Ku temukan beliau begitu berdedikasi akan profesinya. Tak ada celah untuk kami menghindar, hanya sebait kata tepat dan sebenarnya. Terkadang di sela-sela beliau memaparkan, di tambahinya sedikit nasihat dan mengisahkan pengalaman mengajar dan kisah yang kami jadikan contoh dan pembelajaran. Bagaimana beliau membimbing dan membina muridnya atau mahasiswanya. Satu hal yang masih ku ingat cerita beliau di perkuliahan waktu itu. Bagaimana kisah menghadapi, muridnya yang enggan bicara. Enggan berkomunikasi, tapi beliau harus melaksanakan kewajiban. Memberikan nilai untuk muridnya sedikit ragu dan bimbang. Memberikan tes ujian untuk bernyanyi pada muridnya. Padahal beliau tahu muridnya enggan berbicara apalagi mendendangkan sebuah lagu. Ku dengar dan ku perhatikan kisah itu, bagaimana beliau menghadapi cela dan berhasil menyelesaikan tugas sebagai guru yang harus membina dan membimbing muridnya. Ajaib, akurat, cermat dan cerdik, revolusi pemikiran yang cerdas. Seperti suri tauladan yang nyata dan sesungguhnya.
Aku tak tahu, mengapa kami baru mengenal beliau. Di awal semester 5, kami menjadi mahasiwanya. Kenapa tidak sejak awal, pada masa awal perkuliahan. Dulu aku tak tahu beliau, ternyata memang seorang dosen yang cermat dan displin dengan prestasi baik yang diraihnya. Jika lebih awal, mungkin motivasi ini akan lahir lebih dulu. Aku ingin seperti beliau menjadi dosen yang disiplin, tekun dan menjadi panutan.
Setitik masa yang ku ingat, pagi itu kami mid semester. Ku lihat beliau begitu cerah dengan senyum menyapa dan sikap santun bersahaja. Mengawasi kami, sambil memegang sebuah buku dan membaca. Aku duduk di kursi depan, sehingga mampu ku perhatikan. Suasana kelas yang tenang, saat ujian. Tak ada ramai dan kebisingan di sana- sini. Tak ada celah untuk tak adil maupun berdiskusi. Semua berjalan seperti apa adanya dan semestinya. Rangkaian kisah yang menyajikan sebuah kedisplinan dan tanggung jawab yang dijalankan sebagaimana seharusnya, sebagai dosen dan atau seorang mahasiswa.

0 komentar: